Dosen : DR. Syahril Nedi, M.Si
MAKALAH
OSEANOGRAFI KIMIA
PRIMARY PRODUCER (PRODUSEN PRIMER)
OLEH
ATIKA DINIYA (0904121564)
TEGUH HERIYANTO (0904121598)
ROMAN (0904121599)
RABIATUL ADAWIYAH (0904121355)
IRA PUTRA (0904114660)
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Oseanografi Kimia yang berjudul “Primary Producer (Produsen Primer)” dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penulisan
makalah ini dimaksudkan melengkapi salah satu syarat dalam menyelesaikan mata
kuliah Oseanografi Kimia. Lebih lanjut penyusunan makalah ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi dan memperdalam pemahaman mengenai produktivitas primer yang
terjadi pada suatu ekosistem akuatik (perairan) yang melibatkan keberadaan
plankton, khususnya fitoplankton dan zooplankton. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah banyak membantu memberikan arahan-arahan,
saran, bimbingan serta petunjuk selama penyusunan makalah ini.
Kami telah berupaya semaksimal mungkin
untuk kesempurnaan penulisan laporan ini. Namun tidak tertutup kemungkinan
kesalahan dan kekurangan yang tidak disengaja. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan pada masa yang akan
datang.
Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini.
Pekanbaru, November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
1.1. . Latar Belakang............................................................................ 1
1.2. . Tujuan dan Manfaat ................................................................... 3
II. ISI
2.1. Plankton ...................................................................................... 4
2.2. Klasifikasi
Plankton .................................................................... 5
2.3. Penggolongan
Fitoplankton......................................................... 9
2.4. Parameter
Pertumbuhan............................................................... 27
2.5. Peranan
Fitoplankton................................................................... 30
2.6. Permasalahan
Fitoplankton.......................................................... 32
1II. PEMBAHASAN ..................................................................................... 37
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan.................................................................................... 38
4.2. Saran.............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Di laut, khususnya laut terbuka,
fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas
primer perairan. Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang
dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mmapu menghasilkan
bahan organic dari bahan an-organik dengan bantuan energi matahari.
Produktivitas primer sering diestimasi sebagai jumlah karbon yang terdapat di
dalam material hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah karbon yang
dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari)
atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari)
(Levinton, 1982). Selain jumlah karbon dihasilkan, tinggi rendahnya
produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran
terhadap biomassa fitoplankton dan klorofil-a, dimana kedua metode ini dapat
diukur secara langsung di lapangan (Valiela,
1984).
Peranan dan kedudukan
masing-masing organisme di laut digambarkan dalam piramida makanan di laut.
Dasar piramida ditempati oleh organisme produsen atau organisme autotropik yang
mampu mengubah bahan an-organik menjadi bahan organik dengan memanfaatkan
energi matahari. Penggerak utama sistem kehidupan di bumi adalah energi
matahari. Energi matahari kemudian dimanfaatkan oleh organisme autotropik untuk
membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme herbivora.
Sebagai suatu ekosistem,
perairan laut memiliki komponen-komponen, yaitu komponen biotik dan abiotik.
Pada ekosistem perairan komponen biotik yang berperan adalah tumbuhan hijau
sebagai produsen, bermacam-macam kelompok hewan sebagai konsumen, dan bakteri
serta fungi sebagai dekomposer (Collier,
et al. 1973). Pada prinsipnya ada tiga proses dasar yang menyusun
komponen biotik pada suatu ekosistem tersebut yaitu (a) proses produksi, (b)
proses konsumsi, dan (c) proses dekomposisi.
Komponen abiotik meliputi unsur
dan senyawa an-organik, bahan organik, dan parameter lingkungan berupa
temperatur, oksigen, nutrien, dan faktor fisik lain yang membatasi kondisi
kehidupan. Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat erat,
komplementer, dan bersifat siklik. Ekosistem akan selalu terjaga bila komponen
baik biotik maupun abiotik tetap berada pada kondisi stabil dan dinamis. Terganggunya
salah satu komponen akan menggangu kestabilan sistem ekologis di laut.
Fitoplankton sebagai
organisme autotropik utama dalam kehidupan di laut melalui proses fotosisntesis
mampu menjadi sumber energi bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai
makanan. Walaupun memiliki ukuran yang kecil, jumlah yang tinggi dari
fitoplankton mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut.
Ada dua kelompok rantai
makanan yang ada di ekosistem laut yaitu rantai makanan grazing (grazing
food chain) dan rantai makanan detrital (detritus food chain). Kedua
jenis rantai makanan tersebut saling melengkapi dan membentuk sebuah siklus
yang kontinu. Rantai makanan grazing
dimulai dari proses transfer makanan pertama kali oleh organisme herbivora
melalui proses grazing. Makanan
pertama itu berupa fitoplankton dan herbivora oleh zooplankton digunakan
sebagai bahan makanan. Selanjutnya, rantai makanan ini berlanjut ke konsumen
tingkat tinggi (seperti ikan dan konsumer lainnya) yang apabila mengalami
kematian akan menjadi detritus pada ekosistem laut.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memperdalam pemahaman mengenai produktivitas primer (primary producer) yang terjadi dalam suatu ekosistem akuatik
(perairan) yang di dalamnya terdapat komponen biotik dan abiotik, khususnya
golongan plankton, baik fitoplankton dan zooplankton.
Dan selain itu adalah mengetahui dan memperdalam
pemahaman mengenai klasifikasi, pengaruh-pengaruh, faktor-faktor pembatas, dan
permasalahan yang terjadi terjadi pada fitoplankton sebagai produsen utama
dalam kehidupan di perairan (akuatik).
Adapun manfaat yang diperoleh adalah mengetahui seluk beluk tentang produsen
primer, yaitu fitoplankton secara kimia yang terjadi di ekosistem akuatik. Dan
juga dapat memberikan motivasi kepada mahasiswa sendiri dalam memahami dan
memperkuat pemahaman mengenai tujuan dan peran masing-masing fitoplankton pada
ekosistem akuatik terkait dengan siklus hidupnya.
II. ISI
2.1.
Plankton
Plankton adalah organisme yang sangat kecil memiliki ukuran 0,45 μm yang tak nampak oleh mata telanjang dan tersebar
luas diperairan tawar dan laut. Plankton ini terdiri dari plankton hewani (zooplankton) dan plankton nabati (fitoplankton). Dalam
struktur piramida makanan, fitoplankton sangatlah penting karena menempati
posisi sebagai produksi primer.
Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya,
mengapung, mengambang, atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya
terbatas sehingga mudah terbawa arus.
Plankton
berbeda dengan nekton yang
berupa hewan yang memiliki kemampuan aktif berenang bebas, tidak bergantung
pada arus air, contohnya : ikan, cumi – cumi, paus, dan lain-lain. Sedangkan, bentos adalah biota yang hidupnya
melekat pada, menancap, merayap, atau membuat liang di dasar laut, contohnya:
kerang, teripang, bintang laut, karang, dan lain-lain.
Distribusi
plankton tergantung pada distribusi makronutrien. Hal ini karena pengadukan di
pesisir dan arus dari daratan, tingkat nutrien paling tinggi terjadi di dekat
pertemuan dua arus tersebut. Plankton paling melimpah di daerah tersebut dan
produktivitasnya juga tinggi. Air yang berada di atas beberapa daerah
kontinental menahan produktivitas melebihi 1 g C/m2/hari.
Sirkulasi
air di daerah tropis memperoleh kelimpahan cahaya matahari dan CO2
tapi pada umumnya kurang pada nutrien di permukaan dikarenakan perubahan suhu
yang kuat sehingga terjadi pengadukan secara vertikal yang membawa nutrien dari
kedalaman. Laut tropis jauh dari daratan, oleh karena itu meninggalkan oceanik
dengan dekat tanpa adanya plankton
Pada
luasnya yang sangat tinggi selama bulan musim dingin memiliki sudut terhadap
matahari yang rendah sehingga mengurangi penetrasi cahaya pada permukaan es dan
pada minggu – minggu dan bulan – bulan gelap produktivitas menjadi terbatas.
Pada puncak musim panas, suplay sinar matahari berlangsung selama 24 jam, luas
es di permukaan berkurang dan membuat terjadinya pengadukan nutrien – nutrien
dan membawa sekumpulan plankton dalam jumlah yang sangat banyak. Walau begitu
keadaannya hal tersebut tidaklah mencukupi karena bagaimanapun nutrein –
nutrien mendukung pertumbuhan, plankton – plankton tidak berkembang dengan
cepat dan posisi matahari di atas sudut
kritikal terbaiknya hanya terjadi
beberapa minggu saja. Puncak musim panas yang berlangsung sebentar saja tidak
mengimbangi untuk waktu yang lama akan tiba bulan musim dingin yang tidak
produktif.
2.2.
Klasifikasi Plankton
a. Zooplankton
Zooplankton merupakan plankton hewani
yang terhanyut secara pasif karena terbatasnya kempuan bergerak. Berbeda dengan
fitoplankton, zooplankton hampir meliputi seluruh filum hewan mulai dari
protozoa (hewan bersel tunggal) sampai filum Chordata (hewan bertulang
belakang). Para ahli kelautan juga mengklasifikasikan zooplankton sesuai ukuran
dan lamanya hidup sebagai plankton.
Ada tiga kategori ukuran zooplankton
yang dikenal dengan mikrozooplankton, mesozooplankton, dan makrozooplankton.
Mikrozooplankton meliputi zooplankton yang dapat melewati plankton net dengan mata 202 μm dan mesozooplankton adalah yang
tersangkut sedangkan makrozooplankton dapat ditangkap dengan plankto net dengan
lebar mata 505μm.
Berdasarkan siklus hidupnya zooplankton
ada yang selamanya sebagai plankton (holoplankton) dan ada yang sebagian
hidupnya (pada awal hidupnya) saja sebagai plankton (meroplankton).
Organisme meroplankton terutama terdiri dari larva planktonik dan bentik
invertebrata, bentik chordata dan nekton (ichtyoplankton). Kelompok
holoplankton yang dominan antara lain copepoda, cladosera dan rotifera.
Beberapa genera dari copepoda menempati perairan pantai seperti Acartia,
Eurytemora, Pseudodiaptomus ,dan Tortanus. Spesies Copepoda umumnya
mendominasi fauna holoplanktonik. Copepoda calanoid melebihi jumlah cyclopoid
dan harpacticoid pada ekosistem estuaria. Cyclopoid umumnya litoral
dan bentik tetapi beberapa merupakan spesies planktonik.
b. Fitoplankton
Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik (bersel tunggal,
berbentuk filamen atau berbentuk rantai) yang menempati bagian atas perairan (zona
fotik) laut terbuka dan lingkungan pantai. Nama fitoplankton diambil dari
istilah Yunani, yaitu phyton atau "tanaman" dan planktos atau "pengembara"
atau "penghanyut”. Walaupun bentuk uniseluler/bersel tunggal meliputi
hampir sebagian besar fitoplankton, beberapa alga hijau dan alga biru-hijau ada
yang berbentuk filamen (yaitu sel-sel yang berkembang seperti benang).
Menurut Arinardi, dkk (1997) merupakan nama
untuk plankton tumbuhan atau plankton nabati. Menurut Boney (1989) biota fitoplankton adalah tanaman yang
diklasifikasikan ke dalam kelas alga. Ukurannya sangat kecil, tak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar antara 2 – 200
mikro meter (1 mikro meter = 0,001 mm). Fitoplankton umumnya berupa individu
bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai.
Siagian
(2001) menjelaskan bahwa phytoplankton merupakan tumbuhan air yang sangat kecil yang terdiri
dari beberapa kelas yang sangat tergantung pada cahaya matahari terdapat pada
permukaan air sampai kedalaman penetrasi cahaya matahari. Dan, phytoplankton ini merupakan produsen
utama (primary producer) zat-zat
organik yang komplek dari bahan-bahan organik dan dari bahan an-organik yang
sederhana melalui proses fotosintesis.
Meskipun
fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa di laut, kelompok ini hanya diwakili
oleh beberapa filum saja. Sebagian besar bersel satu dan mikroskopik, dan
mereka termasuk filum Chrysophyta,
yakni alga kuning-hijau yang meliputi diatom dan kokolifotor. Selain ini
terdapat beberapa jenis alga hijau-biru (Cyanophyta),
alga coklat (Phaeophyta), dan satu
kelompok besar dari Dinoflagellata (Pyrophyta).
Fitoplankton
memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis
sehingga mereka harus berada pada bagian permukaa permukaan (disebut sebagai
zona euphotic) lautan,
danau atau
kumpulan air yang lain. Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang
memenuhi atmosfer
bumi. Mereka akan
lebih banyak dijumpai pada tempat yang terletak di daerah continental shelf dan di sepanjang pantai dimana terdapat proses upwelling. Daerah ini biasanya merupakan
suatu daerah yang cukup kaya akan bahan-bahan organik (Hutabarat dan Evans, 1985).
Fitoplankton
ada yang berukuran besar dan kecil dan biasanya yang besar tertangkap oleh
jaringan plankton yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu diatom dan
dinoflagellata. Diatom mudah dibedakan dari dinoflagellata karena bentuknya
seperti kotak gelas yang unik dan tidak memiliki alat gerak. Pada proses
reproduksi tiap diatom akan membelah dirinya menjadi dua. Satu belahan dari
bagian hidup diatom akan menempati katup atas (epiteka) dan belahan yang kedua
akan menempati katup bawah (hipoteka). Sedangkan, kelompok utama kedua yaitu
dinoflagellata yang dicirikan dengan sepasang flagella yang digunakan untuk
bergerak dalam air. Beberapa dinoflagellata seperti Nocticula yang mampu menghasilkan cahaya melalui proses bioluminesens (Nybakken, 1992).
Disamping
cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi untuk
pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam
silikat, yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan antara mekanisme
yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air
bernutrisi tinggi dan dalam. Akan tetapi, pada beberapa tempat di Samudra Dunia
seperti di Samudra bagian Selatan, fitoplankton juga dipengaruhi oleh
ketersediaan mikronutrisi besi. Hal ini menyebabkan beberapa ilmuwan menyarankan
penggunaan pupuk
besi untuk membantu mengatasi karbondioksida
akibat aktivitas manusia di atmosfer.
Keberadaan
fitoplankton perlu didukung oleh adanya unsur hara dan zat organik lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Walaupun demikian berbagai faktor
lingkungan lainnya juga berperan penting dalam kehidupan plankton. Faktor
tersebut antara lain suhu, pH, kadar O2, CO2 bebas,
kecerahan, alkalinitas, arus, dan hubungan antara spesies. (Elita, 1997).
2.3.
Penggolongan Fitoplankton
Selain digolongkan berdasarkan
taksonominya, fitoplankton digolongkan berdasarkan ukurannya. Lebih dari setengah
fitoplankton termasuk dalam ultraplankton dan nanoplankton.
Fitoplankton
dapat dibagi menjadi beberapa filum, antara lain:
1. Bacillarophyceae
(Diatom)
Diatom
adalah tumbuhan sel tunggal yang tergolong dalam kelas Bacilariophyceae
dari phylum Bacilariophyta.
Diatom bisa terdiri dari sel tunggal atau gabungan dari beberapa sel yang
membentuk rantai. Biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga
kebanyakan dari mereka melekat (attach)
pada substrat yang lebih keras. Diatom ini mempunyai ukuran kurang lebih 2 mikron
sampai beberapa millimeter, namun kita juga kadang menemukan beberapa yang
ukurannya sampai 200 mikron. Sampai saat ini para ahli memperkirakan
jumlah species dari diatom ini sekitar 50.000 spesies.
Diatom
kebanyakan tersebar pada seluruh perairan dunia, dari perairan air tawar hingga
lautan dalam. Bahkan ada beberapa yang di temukan pada genangan air bekas
gunung berapi. Diatom umumnya di temukan pada laut, sungai, estuaria,
kolam, aliran air pada irigasi-irigasi, bahkan kolam-kolam kecil sekalipun.
Penggolongan
diatom menurut pola hidupnya juga dibedakan atas 8 kelompok, yakni:
1. Epiphytic;
dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada tumbuhan lain yang lebih
besar.
2. Epipsamic;
dikenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada pasir.
3. Epipelic;
dikenal dengan kelompok diatom yang hidup dan tumbuh pada permukaan tanah yang
berpasir.
4. Endopelic;
dikenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dalam rongga tanah liat (mud) atau sedimen.
5. Epilithic;
dikenal dengan kelompok diatom yang tumbuh dan melakat pada permukaan batuan.
6. Endolithic;
dikenal dengan kelompok diatom yang tumbuh didalam rongga batuan pada dasar
perairan.
7. Epizoic;
dikenal dengan kelompok diatom yang melakat pada hewan umunya invertebrate dasar
perairan.
8.
Fouling; dikenal dengan kelompok diatom yang melekat pada benda-benda yang
keras yang biasannya ditanam atau diletakkan pada dasar perairan.
2. Dinophyceae
Dinophyceae merupakan kelas dari Divisi Chromophyta (Tomas, 1997), namun menurut Bold and Wayne (1985) tergolong kedalam Divisi Pyrrhophyta. Dinophyceae dimasukkan kedalam Divisi Chromophyta karena sel memiliki inti sel sejati. Namun demikian Dodge (1966) mengatakan bahwa nukleus
dari dinoflagellata tergolong dalam mesokaryotic.
Hal ini karena sebagian inti selnya menggambarkan kumparan wilayah DNA
merupakan bakteria prokaryotic dan
sebagian merupakan inti sel eukaryotic
sejati.
Dinoflagellata
memiliki kemampuan untuk berfotosintesis. Karakteristik dari organisme ini dari
organisme lainnya adalah tetap memadatnya kromosom pada semua stadia sehingga
dikenal dengan sifat mesokariotik
Alga
yang termasuk alga api ini disebut juga dengan Dinoflagellata, dengan tubuh
yang tersusun atas satu sel memiliki dinding sel dan dapat bergerak aktif
dengan menggunakan dua flagel yang bersifat uniseluler. Ciri yang utama adalah
adanya celah dan alur disebelah luar yang masing-masing mengandung satu flagel,
dinding selnya terdiri atas dua belahan, ada yang homogen dan kontinu dan ada
juga yang dinding selnya terdiri atas keping-keping. Mayoritas dari
dinofagellata berasal dari lautan, tetapi ada beberapa ratus spesies yang lain
yang berada di air segar. Dinoflagellata adalah komponen yang penting dari
plankton, khusunya pada kondisi hangat. Ganggang api umumnya merupakan
organisme uniseluler yang bersifat fotosintetik dan ada ganggang api tertentu
pada tahap tertentu dalam siklus hidupnya bersifat parasit. Ganggang api
memiliki dinding sel dengan lempengan-lempengan selulosa. Ganggang api pada
umumnya memiliki dua flagellum yang terletak di samping (lateral) atau di ujung
(apikal) selnya. Kebanyakan hidup di laut dan sebagian kecil di air tawar,
misalnya Peridinium dan Ceratium. Spesies yang hidup di laut
memiliki sifat fosforesensi yaitu memiliki fosfor yang memancarkan cahaya.
Tubuh
dinoflagellata primitif pada umunya berbentuk oval tapi asimetri, mempunyai dua
flagella, satu terletak dilekukan longitudinal dekat tubuh bagian tengah yang
disebut sulcus dan memanjang ke
bagian posterior. Sedangkan, flagella yang lain ke arah transversal dan
ditempatkan dalam suatu lekukan (cingulum)
yang melingkari tubuh atau bentuk spiral pada beberapa belokan. Lekukan
transversal disebut girdle, merupakan
cincin yang simpel dan jika berbentuk spiral disebut annulus. Fragellum transversal menyebabkan
pergerakan rotasi dan pergerakan ke depan, sedangkan flagellum longitudinal mengendalikan air ke arah posterior.
Kelas
Dinophceae mempunyai beberapa ordo, antara lain:
1. Ordo Blastodindiales; teka piringnya
tipis, hidup di laut.
2. Ordo Dinamoebales; sel amoeboid yang
hidup bebas, menyendiri, melepaskan zoospore gymnodinioid pada perkecambahan.
3. Ordo Dinophysiales; sel yang dapat
mengubah tempat, menyendiri, hidup bebas, yang (autotrof atau heterotrof)
dengan sebuah teka dari 18 (jarang 19) piring, termasuk dua yang leih besar
daripada yang lain, epiteka kurang.
4. Ordo Dinocloniales; dapat bergerak,
berbentuk serabut, bercabang, dengan dinding sel.
5. Ordo Gloeodiniales;
6. Ordo Gymnodiniales; selnya dapat
mengubah tempat, soliter, hidup bebas, tidak memiliki teka (tapi dengan
berbagai perangkat vesikula yang sama/homolog pada teka piring)
7. Ordo Noctiluscales; sel soliter,
hidup bebas, holozoik dengan suatu sitostom, tidak ada teka, proses meiosis
pada gametogenesis (dalam Noctiluca) beberapa spesies telah kehilangan salah
satu atau kedua flagellanya.
Dinoflagellata
dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut, tetapi lebih
melimpah di perairan tawar. Fenomena yang menarik yang dihasilkan oleh Pyrrophyta
adalah kemampuan bioluminescen (emisi
cahaya oleh organisme), seperti yang dihasilkan oleh Noctiluna, Gonyaulax, Pyrrocystis, Pyrodinium, dan Peridinium sehingga menyebabkan laut
tampak bersinar pada malam hari. Fenomena lainnya adalah pasang merah (red tide) yaitu blooming Pyrrophyta dengan 1-20 juta sel per
liter, terutama di daerah pantai New England, Florida, California, dan Eropa
yang menyebabkan paralytic shellfish
poishoning (PSP). Di bawah kondisi yang ideal dan didukung adanya substansi
pertumbuhan menyebabkan populasi spesies tertentu bertambah jumlahnya
Red tide biasanya terjadi pada air pesisir
pantai dan muara. Red tide tidak menyebabkan:
a)
Kematian ikan dan invertebrate, jika yang blooming adalah Ptychodiscus brevis, Prorocentrum,
dan Gymnodinium breve.
b)
Kematian invertebrate jika yang blooming adalah Gonyaulax, Ceratium, dan
Cochlodinium
c)
Kematian organisme laut, yang lebih dikenal sebagai paralytic shellfish poisoning, jika yang blooming adalah Gonyaulax.
Gymnodium merupakan contoh dinoflagellata
yang tubuhnya tidak tersusun oleh pelat-pelat. Banyak dijumpai hidup di air
tawar dan air laut, merupakan dinoflagellata yang cingulumnya terletak di
tengah-tengah dan melingkari sel sempurna dan berakhir pada permukaan ventral.
Ceratium hidup di air laut maupun di air
tawar, mempunyai tiga proses dinding sehingga berbentuk seperti terompet, yang
satu pada akhir tubuh, sedangkan yang dua di tempat tubuh lain yang tidak
digunakan untuk berlabuh.
3. Cyanophyceae
Cyanophyta adalah nama ilmiah untuk ganggang
hijau-biru. Dinamakan demikian karena jenis yang pertama kali ditemukan
berwarna biru kehijauan. Cyanophyta
juga dikenal dengan nama Cyanobacteria, Myxophyta,
dan blue green alga (BGA). Cyanophyta dimasukkan ke dalam kingdom Monera
bersama bakteri karena selnya prokariot.
Cyanophyta mempunyai ciri-ciri:
1. Bentuk organisme ini bisa uniseluler
(Chroocococcus, Anacystis); koloni (Merismopedia, Nostoc, Microcystis) atau
filamen (Oscillatoria, Microcoleus, Abaena). Sel yang membentuk koloni adalah
serupa, sedangkan bentuk filamen tersusun dari sekumpulan sel yang membentuk rantai
trikoma (seperti tabung) dan selubung.
2. Memiliki klorofil, karotenoid serta
pigmen fikobilin yang terdiri dari fikosianin (berwarna biru) dan fikoeritin
(berwarna merah).
3. Dinding sel mengandung peptida,
hemiselulosa, dan selulosa yang kadang-kadang berlendir.
4. Inti sel tidak memiliki membran
(prokariot).
Jenis-Jenis
Cyanophyta, adalah:
1. Ganggang hijau biru bersel satu
2. Chroococcus; ganggang ini biasanya hidup di dasar kolam yang tenang,
tembok yang basah atau cadas. Biasanya sel-sel yang muda tetap bersatu karena
ada selubung yang mengikatnya. Pembiakan berlangsung secara vegetatif, dengan
membelah diri. Setelah pembelahan, sel-sel tetap bergandengan sehingga
membentuk koloni.
3. Gloeocapsa; ganggang ini hidup pada batu-batuan dan kadang-kadang
dijumpai endofit (di dalam tubuh makhluk hidup), atau epifit pada tumbuhan lain.
Koloni berbentuk benang yang dapat putus menjadi hormogonium. Hormogonium dapat tumbuh menjadi koloni baru.
4. Ganggang hijau biru berkoloni
(berkelompok); contoh ganggang biru berkoloni adalah Polycitis dan Spirullina.
Polycitis berbentuk seperti bola dan
hidup di kolam yang tenang dan jernih. Pembiakan dengan cara fragmentasi dari
koloni.
5. Ganggang hijau biru berupa benang
(filamen); contoh ganggang hijau biru berupa benang adalah Oscillatoria, Nostoc comune, Anabaena, dan Rivularia.
Peranan
Cyanophyta antara lain:
1. Peran yang Menguntungkan
1. Sebagai vegetasi perintis
2. Sebagai sumber bahan makanan bagi
ikan dan manusia.
3. Penyedia nitrogen yang digunakan
untuk pertumbuhan padi.
2. Peran yang Merugikan
1. Apabila blooming akan menghasilkan toksin yang dapat meracuni hewan dan
manusia yang meminum air yang terkontaminasi ganggang tersebut. Contoh: Microcystis.
2. Jenis Lyngbia majuscula, Schizothrix calciola, dan Oscillatoria nigroviridis dapat menyebabkan iritasi kulit yang
dikenal sebagai ‘gatal perenang’ (swimmer’s
itch).
4. Chlorophyceae
Ganggang
hijau / Chlorohyta adalah salah satu
kelas dari ganggang berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Ganggang hijau
ada yang bersel tunggal dan ada pula yang bersel banyak berupa benang, lembaran
atau membentuk koloni spesies ganggang hijau yang bersel tunggal ada yang dapat
berpindah tempat, tetapi ada pula yang menetap.
Alga
hijau merupakan kelompok terbesar dari vegetasi algae. Alga hijau berbeda
dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti tumbuhan tingkat
tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan
dibandingkan karoten dan xantofil.
Alga
berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Berbagai jenis alga yang hidup bebas
di air terutama tubuhnya yang bersel satu dan dapat berperan aktif merupakan
penyusun fitoplankton. Sebagaian besar fitoplankton adalah anggota alga hijau,
pigmen klorofil yang dimilikinya efektif melakukan fotosintesis sehingga alga
hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan.
Ganggang
hijau merupakan golongan terbessar diantara ganggang dan sebagian besar hidup
di air tawar, beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Pada
umumnya melekat pada batuan dan seringkali muncul apabila air menjadi surut.
Jenis yang hidup di air tawar, bersifat kosmopolit, terutama hidup di tempat
yang cahayanya cukup seperti kolam, danau, genangan air, alga hijau ditemukan
pula pada lingkungan semi akuatik yaitu pada batu-batuan, tanah lembab, dan
kulit batang pohon yang lembab. Beberapa anggotanya hidup di air mengapung atau
melayang dan sebagian hidup sebagai plankton. Beberapa jenis ada yang hidup
melekat pada tumbuhan atau hewan.
Beberapa
contoh alga hijau yang sering ditemukan antara lain:
a.
Chlorophyta bersel tunggal tidak
bergerak.
Contoh:
1. Chlorella
Organisme
ini banyak ditemukan sebagai plankton air tawar. Ukuran tubuh mikroskopis,
bentuk bulat, dan berkembang biak dengan pembelahan sel.
Peranannya
bagi kehidupan manusia antara lain digunakan dalam penyelidikan metabolisme di
laboratorium dan dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dimasukkan dalam kapsul
dan dijual sebagai suplemen makanan dikenal dengan “Sun Chlorella”. Pengembangannya saat ini di kolam-kolam (contohnya
di Pasuruan).
2. Chlorococcum
Tubuh
bersel satu, tempat hidup air tawar, bentuk bulat telur, dan setiap sel
memiliki satu kloroplas bentuk mangkuk. Reproduksi dengan membentuk zoospora
(secara aseksual).
b.
Chlorophyta bersel tunggal dapat
bergerak.
Contoh:
Chlamidomonas
Bentuk
sel bulat telur, memiliki 2 flagel sebagai alat gerak, terdapat 1 vakuola, satu
nucleus, dan kloropas. Pada kloropas yang bentuknya seperti mangkuk terdapat
stigma (bintik mata), dan pirenoid sebagai tempat pembentukan zat tepung. Reproduksi
aseksual dengan membentuk zoospora dan reproduksi seksual dengan konjugasi.
c.
Chlorophyta berbentuk koloni tidak
bergerak
Contoh:
Hydrodictyon
Hydrodictyon banyak ditemukan didalam air tawar
dan koloninya berbentuk seperti jala. Ukuran cukup besar sehingga dapat dilihat
dengan mata telanjang. Reproduksi vegetatif dengan zoospora dan fragmentasi. Fragmentasi
dilakukan dengan cara melepas sebagian koloninya dan membentuk koloni baru sedangkan
reproduksi generatif dengan konjugasi.
d.
Chlorophyta berbentuk koloni dapat
bergerak
Contoh:
Volvox
Volvox ditemukan di air tawar, koloni berbentuk
bola jumlah antara 500 -5000 buah. Tiap sel memiliki 2 flagel dan sebuah bintik
mata. Reproduksi aseksual dengan fragmentasi dan seksual dengan konjugasi
sel-sel gamet.
e.
Chlorophyta berbentuk benang
Contoh:
1.
Spyrogyra
Ganggang
ini didapatkan di sekitar kita yaitu diperairan. Bentuk tubuh seperti benang
dan dalam tiap sel terdapat kloroplas berbentuk spiral dan sebuah inti.
Reproduksi vegetatif dengan fragmentasi, sedangkan reproduksi seksual dengan
konjugasi.
2.
Oedogonium
Ganggang
ini berbentuk benang, ditemukan di air tawar dan melekat di dasar perairan.
Reproduksi vegetatif dilakukan oleh setiap sel menghasilkan sebuah zoospora
yang flagela banyak.
Reproduksi
generatif adalah salah satu benang membentuk alat kelamin jantan (anteridium)
dan menghasilkan gamet jantan (spermatozoid). Pada benang yang lain membentuk
alat kelamin betina yang disebut oogonium. Oogonium akan menghasilkan gamet
betina (ovum). Sperma tozoid membuahi
ovum dan terbentuk zigot. Zigot akan tumbuh membentuk individu.
f.
Chlorophyta berbentuk lembaran
Contoh:
1.
Ulva
Ganggang
ini ditemukan di dasar perairan laut dan menempel di dasar, bentuk seperti
lembaran daun. Berkembang biak secara vegetatif dengan menghasilkan spora dan
spora tumbuh menjadi Ulva yang haploid (n), dan Ulva haploid disebut gametofit
haploid.
2.
Chara
Chara hidup di air tawar terutama melekat
pada batu-batuan. Bentuk talus seperti tumbuhan tinggi, menyerupai batang, yang
beruas-ruas dan bercabang-cabang, berukuran kecil. Pada ruasnya terdapat nukula
dan globula. Di dalam nukula terdapat arkegonium dan menghasilkan ovum. Di
dalam globula terdapat anterodium yang memproduksi spermatozoid. Spermatozoid
akan membuahi ovum dan menghasilkan zigospora yang berdinding sel. Pada
reproduksi secara vegetatif dilakukan dengan cara fragmentasi.
Pigmen
kloroplast yang dimiliki golongan Chlorophyta
yaitu klorofil a dan klorofil b, beta karoten serta berbagai macam xantofil (lutein, violaxantin, zeaxanthin). Karoten muncul sebagai karakter
warna kuning kemerah-merahan. Sedangkan, xantotil muncul sebagai warna kuning
dengan nuansa warna yang unik. Menurut Levavascur
(1989) bahwa pigmen-pigmen fotosintesis dan pada alga hijau berklorofil a
dan b mengandung shiphoxanthim atau lutein.
Cadangan
makanan pada ganggang hijau berupa amilum, tersusun sebagai rantai glukosa
tidak bercabang yaitu amilose dan rantai yang bercabang yaitu amilopektin
seringkali amilum terbentuk dalam granula bersama dengan bahan protein dalam
plastida disebut pirenoid.
Dalam
filum Chlorophyta terdiri dari beberapa ordo (bangsa) antara lain:
1.
Bangsa Chlorococcales
Sel-sel
vegetatif tidak mempunyai bulu cambuk jadi tidak bergerak. Mempunyai satu inti
dan satu kloroplas. Mereka merupakan satu koloni yang bentuknya bermacam-macam,
dan tidak lagi melakukan pembelahan sel yang vegetatif.
Chlorococcales hidup sebagai plankton dalam air
tawar, kadang-kadang juga pada kulit pohon-pohon dan tembok-tembok yang basah.
Ada yang hidup bersimbiosis dengan fungsi sebagai lichenes bahkan ada yang hidup dalam plasma binatang rendah, misalnya Chlorella Vulgaris, infusoria
dan Hydra.
Dalam
bangsa ini termasuk antara lain:
a. Suku Hydrodictyceae, contoh Pediastrum
bonganum
b. Suku Chlorococcaceae, contoh Chlorococcum
humicale
2.
Bangsa Ulotrichales
Sel-selnya
selalu mempunyai satu inti dan satu kloroplas yang masih sederhana membentuk
koloni berupa benang yang bercabang atau tidak. Benang-benang itu selalu
bertambah panjang karena sel-selnya membelah melintang. Yang lebih tinggi
tingkatannya mempunyai talus yang lebar dan melekat pada suatu substrat / alas.
Dan, talus ini sudah mempunyai susunan seperti jaringan parenkim. Ada pula yang
talusnya berbentuk pipa atau pita.
Dalam
bangsa ini termasuk antara lain:
a.
Suku Ulotrichaceae,
contoh : Ulothrix zonata
Sel
selnya membentuk koloni yang berupa benang dan tumbuh interkalar. Sel-selnya
pendek, kloroplas bentuk pipa. Pangkal melekat pada substrat
b.
Suku Ulvaceae,
contoh: Ulva lactuca
Ulva lactuca, talus menyerupai daun sladah,
terdiri atas 2 lapis sel yang membentuk struktur seperti parenkim. Zoospora
dengan 4 bulu cambuk, gamet sama besar, masing-masing dengan dua bulu cambuk.
3.
Bangsa Cladophora
Sel-selnya
berinti banyak, kloroplas berbentuk jala dengan pirenoid-pirenoid membentuk
koloni berupa benang-benang yang bercabang, menjadi suatu berkas, hidup dalam
air tawar yang mengalir atau dalam air laut, dan biasanya berkas benang-benang
itu melekat pada suatu substrat. Berkembangbiak secara vegetatif dengan
zoospora dan generatif dengan isogami. Contohnya Cladophora glomerata dan Cladophora
dichotoma.
4.
Bangsa Chaetophorales
Sel-selnya
mempunyai satu inti dan kebanyakan juga satu kloroplas. Organisme ini talusnya
heterotrik, artinya mempunyai pangkal dan ujung yang berbeda, terdiri atas
benang-benang yang merayap, bercabang dan bersifat pseudoparenkimatik. Tumbuh
mendatar pada substratnya, dan bagian atasnya yang bercabang-cabang dan berguna
sebagai alat reproduksi.
Yang
tergolong dalam bangsa ini antara lain:
a. Suku Chaetophoraceae, contohnya Stigeoclonium
lubricum dan Stigeoclonium tenue,
hidup dalam air tawar, zoospora 4 dengan 4 bulu cambuk dan isogamet dengan 2
bulu cambuk.
b. Suku Coleochaetaceae, contohnya Coleochaeta
scutata. Zoospora dengan 2 bulu cambuk. Pangkalnya berbentuk cakram dan perkembangbiakan
generatif dengan oogami. Coleochaeta kebanyakan
hidup sebagai epifit pada ganggang lain atau tumbuhan air yang tinggi tingkat
perkembangannya.
c. Suku Trentepohliaceae, contohnya Trentepohlia
aurea. Zoospora dengan isogamet
mempunyai 2 bulu cambuk, telah menyesuaikan diri dengan hidup didaratan, pada
cadas, batang-batang pohon atau diatas daun sebagai epifit. Zoosporangia
berwarna merah karena hematokrom. Spora tersebar oleh angin.
5. Bangsa Oedogoniales
Hidup
dalam air tawar, sel-selnya mempunyai satu inti dan kloroplas berbentuk jala.
Koloni berbentuk benang. Perkembangbiakan vegetatif dengan pembentukan
zoospora, ujungnya yang bebas dan klorofil mempunyai banyak bulu cambuk yang
tersusun dalam suatu karangan. Dari satu sel vegetatif hanya keluar satu
zoospora saja. Perkembangbiakan generatif dengan oogami.
Bangsa
Oedogoniales hanya dapat meliputi
satu suku saja yaitu Oedogoniaceae
contohnya Oedogonium concatenatum dan
oedogonium ciliatum.
6.
Bangsa Siphonales
Bentuknya
bernmacam-macam, kebanyakan hidup dalam air laut, talusnya tidak mempunyai dinding
pemisah yang melintang. Sehingga dinding selnya menyelubungi massa plasma yang
mengandung banyak inti dan kloroplas. Hanya alat-alat berkembangbiak saja yang
terpisah oleh suatu dinding (sekat).
Dari
Siphonales dapat disebut beberapa
jenis, antara lain:
1. Protosiphon botryoides (suku Protosiphonaceae)
Ganggang
ini masih sangat sederhana, hidup diatas tanah yang basah talus hanya teridiri
atas suatu sel. Bagian yang diatas tanah bentuknya seperti gelembung, berwarna
hijau dan mengandung banyak inti. Melekat pada tanah dengan rizoid yang
panjang, tidak bercabang dan tidak berwarna.
2. Halicystis ovalis (suku
Uhalicystidaceae)
Ganggang
ini menyerupai profosiphora, tetapi hidup dalam laut
3.
Caulerpa prolifera (suku Caulerpaceae)
Ganggang
hijau yang hidup di laut tengah. Talus bagian atas menyerupai daun dan besarnya
sampai beberapa desimeter, berguna untuk asimilasi dan dinamakan asimilator.
Bagian bawah terdiri atas suatu sumbu yang menyerap, tidak berwarna dan tidak
mengandung leukoamitoplas dan rizoid pada perkembangbiakanseksual yaitu
anisogami, seluruh tumbuh-tumbuhan baik jantan maupun betina masing-masing
mengeluarkan gamet yang berwarna hijau dalam jumlah yang amat besar dan setelah
mengeluarkan gamet itu lalu mati.
4.
Vaucheria sessilis (suku Vaucheriaceae)
Talus
berbentuk benang dan bercabang-cabang tidak beraturan, melekat pada substrat
dengan rizoid-rizoid yang merupakan suatu berkas. Karena talus tidak mempunyai
dinding pemisah melintang, maka talus kelihatan seperti pipa bercabang-cabang.
Perkembangbiakan aseksual dengan zoospora. Sedangkan perkembangbiakan generatif
(seksual) dengan oogami.
5.
Acentabularia wettsternii (suku Dasylandaceae)
Talusnya
menyerupai jamur payung pada pangkal tangkainya terdapat suatu inti yang besar.
Ganggang ini ditemukan di laut tengah dan talusnya diperkuat dengan kapur.
Perkembangbiakan seksual dengan anisogami.
Dampak
positif dan negatif Chlorophyta dalam
kehidupan
a.
Dampak positif
1.
Sebagai sumber protein sel tunggal contoh chlorela,
2.
Sebagai bahan makan contoh volvox sebagai sayuran,
3.
Sebagai plankton, merupakan salah satu komponen yang penting dalam rantai
makanan di perairan tawar,
4.
Menghasilkan O2 (oksigen) dan hasil fotositensis yang diperlukan
oleh hewan lain untuk bernafas.
b.
Dampak negatif
1.
Dapat mengganggu jika perairan terlalu subur,
2.
Membuat air berubah warna dan menjadi bau,
3.
Menjadi masalah dalam proses penjernihan air,
4.
Menyebabkan penyumbatan pada saringan pengolahan air.
Jenis
ganggang hijau yang hidup di air tawar tidak mengahasilkan racun. Dari
sifat-sifat yang tampak pada Chlorophyceae,
dapat diambil kesimpulan bahwa Chlorophyceae
berasal dari flagellata yang setingkat mengalami kemajuan-kemajuan dan perkembangan
2.4.
Parameter Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan
fitoplankton yaitu:
1. Suhu
Suhu optimal
kultur fitoplankton secara umum antara 20-24°C. Hampir semua fitoplankton
toleran terhadap suhu antara 16-36 °C. Suhu di bawah 16 °C dapat menyebabkan
kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36 °C dapat menyebabkan
kematian pada jenis tertentu (Cotteau,
1996; Taw, 1990).
Suhu tindakan bersama dengan
faktor-faktor lainnya dalam mempengaruhi variasi produksi fotosintetik. Secara
umum, laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya suhu, tetapi menurun
tajam setelah titik tercapai. Setiap spesies fitoplankton disesuaikan dengan
suhu tertentu. Suhu dan kecerahan mempengaruhi variasi musiman produksi
fitoplankton.
2. Cahaya
Cahaya merupakan
sumber energi dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa
karbon organik. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur
dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam
Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar (Cotteau, 1996; Taw, 1990).
Fitoplankton
dipengaruhi oleh cahaya, cahaya yang cukup digunakan untuk fotosintesis.
Intensitas cahaya berbeda-beda tergantung pada sejumlah faktor, seperti
penyerapan cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, transparansi air,
refleksi dari permukaan air, lintang, dan musim tahun.
Ketika cahaya
menyentuh permukaan air, sejumlah cahaya tercermin jumlah tergantung pada sudut
di mana cahaya menyentuh permukaan air. Spesies yang berbeda kurva berbeda
tingkat fotosintetik ketika diplot terhadap intensitas cahaya, memberikan
cahaya yang optimal yang berbeda diintensifkan untuk fotosintesis maksimum.
3. Nutrien
Nutrien
dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat
tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik
di air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti
ammonia, nitrit, dan senyawa organik dapat digunakan apabila kekurangan nitrat (Cotteau, 1996; Taw, 1990).
Bahan organik
merupakan nutrien utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan
reproduksi seperti nitrogen (seperti nitrat, NO3, nitrit NO2, atau amonium NH4)
dan fosfor (sebagai fosfat PO4). Diatom dan Silicoflagellates
juga memerlukan silikat (SiO2) dalam jumlah yang banyak. Nutrient
an-organik dan organik yang lain mungkin diperlukan zat gizi adalah jumlah
kecil. Semua nutrisi adalah faktor-faktor pembatas bagi produktivitas
fitoplankton dalam sebagian besar kondisi.
d.
pH
Variasi pH
dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal,
antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organik, mengubah ketersediaan
nutrien, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel (Dorling er. Al.,1997). Kisaran pH untuk kultur alga biasanya
antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5 sedangkan untuk Tetraselmis
chuii optimal pada 7-8 (Cotteau,
1996; Taw, 1990).
e.
Salinitas
Hampir semua
jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapat tumbuh optimal pada
salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis chuii memiliki
kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-36 ppt sedangkan salinitas optimal
untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt (Cotteau,
1996; Taw, 1990).
f.
Karbondioksida
Karbondioksida
diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida
dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton dengan
intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat
menyebabkan pH kurang dari batas optimum (Cotteau,
1996; Taw, 1990).
2.5.
Peranan Fitoplankton
Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting
di dalam suatu perairan, selain sebagai dasar dari rantai pakan (primary producer), fitoplankton juga
berperan sebagai salah satu parameter ekologi yang menggambarkan tingkat
kesuburan suatu perairan.
Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar
dari mata rantai pakan di perairan (Dawes,
1981). Oleh karena itu, kehadirannya di suatu perairan dapat menggambarkan
karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak. Namun fitoplankton tertentu
mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebihan.
Contoh kelas dinoflgellata tubuhnya memiliki kromatopora yang menghasilkan
toksin (racun), dalam keadaan blooming dapat
mematikan ikan.
Fitoplankton memiliki zat
hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan
organik dan oksigen dalam air. Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di
laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil
maupun yang dewasa.
Potensi fitoplankton untuk menyerap emisi karbondioksida di
atmosfer dalam upaya mengurangi isu global. Isu lingkungan yang menjadi
permasalahan internasional saat ini adalah pemanasan global (global warming). Pemanasan global
disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca di atmosfer. Gas rumah kaca tersebut
akan menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect). Gas rumah kaca terbesar adalah karbondioksida
(CO2). Umumnya peningkatan CO2 berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil, pemakaian bensin, dan solar pada kendaraan, pembuangan
limbah pabrik, dan penggundulan hutan. Dampak dari meningkatnya CO2
di atmosfer antara lain: meningkatnya suhu permukaan bumi, naiknya permukaan
air laut, anomali iklim, dan timbulnya berbagai penyakit pada manusia, dan
hewan (Astin, 2008). Berbagai upaya
dilakukan untuk menekan laju peningkatan emisi CO2 di atmosfer.
Upaya terbesar untuk mengatasi peningkatan emisi CO2 di tingkat
internasional adalah dengan meratifikasi Protokol Kyoto (persetujuan
internasional mengenai pemanasan global). Semua negara di dunia diwajibkan
untuk mendukung terwujudnya Protokol Kyoto dengan memanfaatkan seluruh potensi
sumber daya yang ada. Salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi emisi CO2 adalah lautan. Di dalam lautan terdapat
berbagai organisme laut yang dapat menyerap CO2. Organisme laut yang
dapat menyerap emisi CO2 diantaranya adalah fitoplankton.
Fitoplankton merupakan organisme autotrof yang mempunyai klorofil sehingga
dapat melakukan proses fotosintesis. Bacillariophyceae
merupakan kelas fitoplankton yang mendominasi di suatu perairan. Indonesia
mempunyai lautan yang luasnya mencapai 5,8 juta km2 sehingga keberadaan Bacillariophyceae di perairan Indonesia
melimpah dan berpotensi besar untuk menyerap emisi CO2. (Astin, 2008)
Dewasa ini fitoplankton laut
telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia antara lain:
1. Bidang perikanan
Sebagai makanan larva ikan, dilakukan melalui isolasi
untuk mendapatkan satu spesies tertentu, misalnya Skeletonema. Kemudian
dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk
keperluan makanan larva ikan.
2. Industri farmasi dan makanan
suplemen
Fitoplankton yang mempunyai kandungan nutrisi yang
tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan
dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis Chlorella.
3. Pengolahan limbah logam berat
Dalam pengolahan limbah logam berat fitoplankton dapat
digunakan untuk mengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar
kolam. Sehingga logam dalam air menjadi berkurang.
2.6.
Permasalahan Fitoplankton
1. Red tide
Ride Tide
adalah suatu keadaan di mana air, terutama air laut mengalami perubahan warna
akibat dari ledakan populasi (blooming)
dari fitoplankton. Perubahan warna yang terjadi dapat berupa warna merah,
coklat, ungu, kuning, hijau dan lain-lainnya. Istilah red tide saat ini populer dikenal dengan istilah Harmfull m-Alga Blooms (HAB), karena
tidak semua alga yang blooming
menyebabkan kematian dan tidak semunya berwarna merah. Saat ini jumlah
fitopalnkton yang dapat menyebabkan HAB ada sekitar 50 jenis dan hampi semuanya
dari kelompok dinoflagelata. Kelompok lain hanya terdiri atas marga diatom
sebanyak tiga jenis dari marga Pseudonistzchia
(Praseno, 1993).
Pada
sisi lain, HAB merupakan fenomena yang terjadi akibat ledakan perkembangan (blooming) yang begitu cepat dari sejenis
fitoplankton, misalnya Ptychodiscus brevis, Prorocentrum, Gymnodinium
breve, Alexandrium catenella dan Noctiluca Scintillans dari
kelompok Dinoflagellata (Pyrrophyta)
yang dapat menyebabkan perubahan warna dan konsentrasi air secara drastis,
kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan,
bahkan keracunan dan kematian pada manusia. Hal ini disebabkan oleh setidaknya
empat faktor, yaitu pengayaan unsur hara dalam dasar laut atau eutrofikasi,
perubahan hidro-meteorologi dalam sekala besar, adanya gejala upwelling
yaitu pengangkatan massa air yang kaya akan unsur hara ke permukaan, dan akibat
hujan dan masuknya air tawar ke laut dalam jumlah besar.
Keempat
faktor itu merupakan faktor penyebab terjadinya red tide spesies fitoplankton Pyrrophyta
berwarna merah. Spesies ini akan hilang dengan sendirinya, bila ekosistem dalam
air kembali seimbang, yaitu kembali pada kondisi normalnya. HAB biasanya
terjadi pada air pesisir pantai dan muara, jumlah fitoplankton berlebih di
sebuah perairan berpotensi membunuh berbagai jenis biota laut secara massal.
Pasalnya, keberadaan fitoplankton mengurangi jumlah oksigen terlarut. Kemungkinan
lain, insang- insang ikan penuh dengan fitoplankton. Akibatnya, lendir
pembersihnya menggumpal karena fitoplanktonnya berlebih dan ikan pun sulit bernapas.
Fenomena pasang merah ini
merupakan peristiwa alam yang umumnya terjadi. Namun demikian red tide tidak selalu berwarna
merah, ada kemungkinan berwarna kuning atau coklat tergantung jenis
fitoplankton yang menyebabkan terjadinya red
tide tersebut.
Dinoflagellata
dalam jumlah yang kecil sebagai penyusun komunitas plankton laut, tetapi lebih
melimpah di perairan tawar. Fenonema menarik yang dihasilkan oleh Pyrrophyta
adalah kemampuan bioluminescence (emisi cahaya oleh organisme), seperti yang
dihasilkan oleh Noctiluca, Gonyaulax, Pyrrocystis, Pyrodinium, dan
Peridinium sehingga menyebabkan laut tampak bercahaya pada malam hari.
Di
beberapa Negara, seperti Jepang, Australia, Selandia Baru, Fiji, Papua Nugini,
Hongkong, India, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, dan beberapa Negara
lainnya melaporkan bahwa masalah yang ditimbulkan HAB merupakan masalah serius.
Beberapa pusat budidaya ikan, udang, dan kerang hacur akibat HAB, bahkan kasus
keracunan dan kematian manusia akibat memakan ikan atau kerang yang
terkonatminasi HAB sudah sering dilaporkan.
Di
Indonesia pernah terjadi peristiwa kematian massal ikan beserta kasus keracunan
dan kematian manusia akibat HAB pertama kali dilaporkan terjadi di Flores pada
tahun 1983. Selain itu juga pernah terjad di Ujung Pandang pada bulan Agustus
1987 dan di Kalimantan Timur pada bulan Januari 1988. Kasus keracunan ini
diduga kuat disebabkan oleh fitoplankton jenis Pyrodinium bahamense. Jenis
ini dapat menghasilkan racun saxitosin yang dapat menyebabkan penyakit Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) pada
manusia dan hewan (Adnan 1990).
Di
Jakarta pertama kali dilaporkan terjadi peristiwa HAB pada tanggal 31 Juli
1986. Kejadian ini tampak pada beberapa ikan yang mati mengapung di atas air
laut yang pada mulanya banyak beranggapan hal ini disebabkan oleh pembuangan
bahan kimia dan limbah ke laut. Kemungkinan perairan di teluk Jakarta sudah
mengalami eutrofikasi yang menjadi factor utama terjadinya HAB (Sutomo, 1993).
2.
Penurunan jumlah populasi fitoplankton
Penurunan populasi fitoplankton yang utama adalah aktifitas
pemangsaan yang intensive oleh zooplankton dan hewan air mikro lainnya yang
herbivora, penyebab kedua adalah melalui kematian dan dekomposisi. Fros disitasi oleh Purbani (1999),
menyatakan bahwa pemangsaan tidak hanya penyebab mortalitas fitoplankton tetapi
juga merubah komposisi fitoplankton.
Kelompok zooplankton yang bersifat herbivora adalah protozoa, rotifera,
kopepoda dan lain sebagainya. Kopepoda merupakan zooplankton pemakan tumbuhan
yang mendominasi disemua lautan. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa
kopepodalah yang bertanggung jawab dalam mengatur populasi fitoplankton
(Nybakken, 1988).
Tiga teori penting yang dapat menerangkan hubungan terbalik antara fitoplankton
dengan zooplankton dijelaskan oleh Dapis
disitasi oleh Samosir (1995) sebagai berikut:
a. Teori
dimakannya fitoplankton oleh zooplankton atau the theory of grazzing (Harvey
et al. Disitasi oleh Samosir 1995). Teori ini menyatakan
bahwa bila populasi fitoplankton meningkat, maka grzzing oleh
zooplankton akan sampai pada kecepatan tertentu sehingga fitoplankton tidak
sempat membelah diri. Populasi zooplankton menurun, maka fitoplankton akan
berkembang sehingga fitoplankton akan melimpah.
b.
Teori penyingkiran hewan atau the theory of animal exclussion (Hardy dan Gunther disitasi oleh Samosir
1995). Teori ini mengatakan bahwa selama zooplankton melakukan migrasi
vertikal harian akan menemukan hambatan untuk mencapai permukaan bila berjumpa
dengan kelimpahan fitoplankton yang sangat padat. Hal ini diduga
karena fitoplankton menghasilkan suatu zat kimia tertentu sehingga zooplankton
tidak mendekatinya.
c. Teori
perbedaan laju pertumbuhan atau the
theory of differenrate (Nielsen
disitasi oleh Samosir, 1995). Mengemukakan bahwa meskipun
zooplankton memakan fitoplankton tetapi untuk mencapai populasi yang melimpah
akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton. Hal ini
disebabkan zooplankton mempunyai siklus reproduksi yang lebih panjang
dibandingkan fitoplankton.
III. PEMBAHASAN
Peranan dan kedudukan
masing-masing organisme di laut digambarkan dalam piramida makanan di laut.
Dasar piramida ditempati oleh organisme produsen atau organisme autotropik yang
mampu mengubah bahan an-organik menjadi bahan organik dengan memanfaatkan
energi matahari. Penggerak utama sistem kehidupan di bumi adalah energi
matahari.
Ada dua kelompok rantai
makanan yang ada di ekosistem laut yaitu rantai makanan grazing (grazing
food chain) dan rantai makanan detrital (detritus food chain). Kedua
jenis rantai makanan tersebut saling melengkapi dan membentuk sebuah siklus
yang kontinu. Rantai makanan grazing
dimulai dari proses transfer makanan pertama kali oleh organisme herbivora
melalui proses grazing. Makanan
pertama itu berupa fitoplankton dan herbivora oleh zooplankton digunakan
sebagai bahan makanan. Selanjutnya, rantai makanan ini berlanjut ke konsumen
tingkat tinggi (seperti ikan dan konsumer lainnya) yang apabila mengalami
kematian akan menjadi detritus pada ekosistem laut.
Plankton adalah organisme yang sangat kecil memiliki ukuran 0,45 μm yang tak nampak oleh mata telanjang dan tersebar
luas diperairan tawar dan laut. Plankton ini terdiri dari plankton hewani (zooplankton) dan plankton nabati (fitoplankton). Distribusi
plankton tergantung pada distribusi makronutrien. Hal ini karena pengadukan di
pesisir dan arus dari daratan, tingkat nutrien paling tinggi terjadi di dekat
pertemuan dua arus tersebut. Plankton paling melimpah di daerah tersebut dan
produktivitasnya juga tinggi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
Phytoplankton merupakan
tumbuhan air yang sangat kecil yang terdiri dari beberapa kelas yang sangat
tergantung pada cahaya matahari terdapat pada permukaan air sampai kedalaman
penetrasi cahaya matahari. Dan, phytoplankton
ini merupakan produsen utama (primary
producer) zat-zat organik yang komplek dari bahan-bahan organik dan dari
bahan an-organik yang sederhana melalui proses fotosintesis.
Fitoplankton
memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis sehingga mereka
harus berada pada bagian permukaa permukaan (disebut sebagai zona euphotic)
lautan, danau atau kumpulan air yang lain. Melalui
fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi atmosfer bumi. Mereka akan lebih banyak dijumpai pada
tempat yang terletak di daerah continental
shelf dan di sepanjang pantai dimana terdapat proses upwelling.
Keberadaan
fitoplankton perlu didukung oleh adanya unsur hara dan zat organik lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Walaupun demikian berbagai faktor
lingkungan lainnya juga berperan penting dalam kehidupan plankton. Faktor
tersebut antara lain suhu, pH, kadar O2, CO2 bebas,
kecerahan, alkalinitas, arus, dan hubungan antara spesies
4.2. Saran
Saat ini, hendaknya ahli yang
berkecimpung dalam usaha budidaya fitoplankton ini lebih ditingkatkan lagi
didukung juga meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat Indonesia.
Sehingga dengan banyaknya ahli yang menguasai tentang pembudidayaan
fitoplankton ini dan teknologi yang maju maka bukan hanya
dari perusaahaan besar saja yang dapat melakukan budidaya namun sudah dapat
mengarah kepada industri skala rumah tangga yang dapat dilakukan oleh anggota
keluarga yang saat ini telah dilakukan oleh negara-negara maju lainnya.
Disamping itu, dihimbaukan agar
masyarakat lebih memperhatikan keadaan lingkungan laut, karena laut merupakan
tempat berkumpulnya semua aktivitas daratan. Misalnya limbah pabrik, limbah
rumah tangga, akibat dari penebangan hutan secara besar-besaran, dan
sebagainya. Oleha karena itu, banyak sekali organisme laut yang dapat terancam
kehidupannya jika kita sebagai manusia tidak dapat mengontrol dan memanajemen
aktivitas daratan tersebut. Kita boleh saja memanfaatkan dengan mengolah sumber
daya perairan laut, namun kita juga harus tetap mempertahankan kelestariannya
agar dapat terus dimanfaatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 1990. Eutrofikasi dan Akibatnya Bagi
Kehidupan di Perairan Indonesia Alternatif Dampak Berbagai Kegiatan Pembangunan
Metropollitan. Pusat Penelitian Oceanologi-LIPI
Anonymous. 1985. Budidaya Fitoplankton. Seri
Ke Sembilan. Sebuah kerja sama antara Badan Peneltian dan Pengembangan
Pertanian Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro dengan Japan
Internasional Coorporation Agency (JICA). Serang Banten
O.H. Arinardi, M.S. Baars, S.S. Oosterhuis, Neth. J.
Sea Res. 1990. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Puslitbang
Oseanologi-LIPI. Jakarta
Elita. 1997. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen
Perikanan. Jepara
Boney, A.D. 1989. Phytoplankton. Edward
Arnold (Pub.) Ltd., London
Dawes. 1981. The Plankton of Australian Coastal
Waters off The New South Wales. Part 1. Monograph No. 1. Dept. Zool. Univ.
Sydney. Sydney
Dodge, C.C. 1966. The Marine and Fresh Water
Plankton. Michigan State University Press. Chicago
Nybakken, J.W. 1992. Biologi
Laut-Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
http://ohmyluna.blog128.fc2.com/blog-entry-18.html, (diakses tanggal 10 Oktober 2011 pukul 17.01)
http://maruf.wordpress.com/2005/12/22/mengenal-diatom/, (diakses tanggal 10 Oktober 2011 pukul 17.01)
http://rhariyati.blogspot.com/2008/01/protista-autotrof-eukariotik-pyrrophyta.html,(diakses
tanggal 10 Oktober 2011 pukul 17.02)
http://mikhsanamin.blogspot.com/2009/04/cyanophyta.html,
(diakses tanggal 10 Oktober 2011 pukul 17.25)
Praseno,
D.P dan Sugestiningsih. 2000. Red tide di
Perairan Indonesia. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi
Sachlan,
M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan
Universitas Diponegoro. Semarang.
Sediadi, Sutomo, Perairan Maluku dan Sekitarnya: Biologi,
Geologi, Lingkungan & Oseanografi, BPPSL-P3 LIPI, Jakarta, 1989.
Siagian, R. 2001. Keanekaragaman
Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 412 hal
Daftar
Pertanyaan:
1.
Apa perbedaan
klorofil a dan klorofil b? Jelaskan!
Jawaban:
Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil yaitu
klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg)
yang berwarna hijau muda. Klorofil-a dan b paling kuat menyerap cahaya di
bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya hijau (500-600
nm) (Gobel dkk., 2006).
Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/1947735-klorofil-dan-penyebarannya-di-perairan/#ixzz1d0fT0jlh
No comments:
Post a Comment