PERHATIAN : diperbolehkan untuk meng-copy materi ini dengan syarat
hanya untuk akademis dan mencantumkan Nama Penulis dan alamat web halaman ini pada Daftar Pustaka Anda
|
UPAYA KONSERVASI EKOSISTEM MANGROVE
DI KAWASAN PESISIR KOTA DUMAI
PROVINSI RIAU
Oleh
TEGUH HERIYANTO
0904121598
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Konservasi Sumberdaya Hayati Laut. Serta Shalawat dan salam kepada
Rasulullah SAW yang telah megajarkan kita agar selalu menuntut ilmu sampai
akhir hayat nanti.
Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Penanggung Jawab yakni Bapak Dr.
Ir. Joko Samiaji, M.Sc. yang telah memberikan arahan, masukan serta pencerahan
kepada penulis dalam pembuatan laporan praktikum ini dan juga ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, terutama dalam melakukan
praktikum.
Sebagai manusia
penyandang relativitas kebenaran, penulis sangat menyadari adanya kekurangan
didalam pembuatan laporan ini. Atas segala kekurangan tersebut penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhirnya penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, 18 Juni 2012
Penulis
ii
|
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL..................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Tujuan dan manfaat
II. METODOLOGI
2.1. Waktu dan tempat
2.2. Pendekatan dan Analisis
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Kawasan Marine Station
3.1.2. Lembaga Swadaya Masyarakat Pecinta Alam Bahari
dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai
3.1.3. Dinas Perikanan, Perternakan dan Kelautan Kota Dumai
3.2. Pembahasan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
|
Tabel Halaman
1. Jenis-Jenis Mangrove Sejati di Sekitar Muara Sungai Dumai
2. Jenis-Jenis Mangrove Asosiasi di sekitar muara
Sungai Dumai
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi
di dunia, sehingga mendapat julukan sebagai biodiversity country.
Keanekaragaman hayati ini mencakup ekosistem, spesies yang berada di darat dan
laut, padahal luas daratan Indonesiia hanya 1,5 % dari luas di dunia. Selain
geologi pembentukan yang berbeda di antara pulau-pulau di Indonesia, variasi
iklim dari bagian barat yang lembab sampai bagian timur yang kering sangat
mempengaruhi pembentukan ekosistem dan distribusi binatang maupun tumbuhan yang
ada di dalamnya (Susmianto, 2004).
Wilayah
Kota Dumai terletak pada posisi koordinat 101o23’37” – 101o28’13”
BT dan 01o23’00” – 01o24’23” LU. Wilayahnya terdiri dari
tanah rawa bergambut dengan kedalaman 0–0,5 m dan beberapa kilometer ke
arah Selatan terdapat daratan rendah dengan kemiringan 0–5 %. Memiliki luas
1.772,38 km2 terdiri dari 5 kecamatan dan 32 kelurahan. Kelima
kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Dumai Barat dengan luas 120 km2,
Kecamatan Dumai Timur dengan luas 59 km2 dan Kecamatan Bukit Kapur
dengan luas 250 km2, Kecamatan Medang Kampai 373 dan Kecamatan
Sungai Sembilan 970,38 km2 (Hanif, 2011).
Perairan
pesisir Kota Dumai merupakan bagian dari selat Rupat, selat ini terletak antara
daratan pulau Sumatera dengan pulau Rupat. Bagian utara dan timur selat Rupat
berhubungan langsung dengan selat Malaka maka pada musim-musim tersebut kondisi
di selat Malaka akan merambat masuk ke perairan pesisir Kota Dumai melalui
ujung utara dan timur selat Rupat, sehingga pada beberapa bagian pesisir
terutama bagian timur dan utara terjadi abrasi pantai akibat aksi gelombang
besar yang merambat dari selat Malaka (Hanif, 2011).
Sebagai
suatu sistem yang utuh, wilayah pesisir memiliki dinamika yang khas yang
semestinya menjadi pertimbangan dalam pemanfaatannya. Dalam konteks ekologi
wilayah pesisir akan berakibat pada tidak mulusnya roda dinamika komponen
sistem yang lain yang ada dalam wilayah pesisir, termasuk dinamika
pemanfaatannya (Abrahamsz et al, 2005). Hutan mangrove ditemukan di sepanjang pantai
bagian barat sampai ke daerah perbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir.
Ekosistem
mangrove merupakan ekosistem unik yang tumbuh pada daerah peralihan laut dan
darat di atas substrat lumpur. Kondisi tersebut telah menempatkan ekosistem ini
menjadi sangat penting dalam peran ganda melalui aspek ekologis, sosial ekonomi
dan fisik perlindungan daerah pesisir. Dalam aspek fisik, mangrove berfungsi
sebagai zona penyangga (buffer zone) dari intrusi air laut, melindungi pantai
dari erosi, gelombang badai/tsunami dan angin topan serta mendukung pertumbuhan
daratan pantai (Dahuri et al., 1996 dalam Thaha et al, 2003). Salah satu
spesies mangrove jenis pohon yang paling banyak terdapat di Indonesia adalah
jenis bakau (rhizopora sp.). dengan bentuk dan keunikan akarnya rumpun bakau
dikenal cukup efektif meredam energi gelombang.
Luas
hutan mangrove di Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta ha atau 3,98% dari
seluruh luas hutan Indonesia (Nontji, 1987 dalam Gunawan, 1998). Berdasarkan
data tahun 1999, luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 8,60
juta hektar dan 5,30 juta hektar diantaranya dalam kondisi rusak (Direktorat
Jendeeral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2001). Kerusakan tersebut disebabkan
oleh konversi mangrove yang sangat intensif pada tahun 1990-an menjadi
pertambahan terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dalam rangka
memacu ekspor komoditas perikanan (Gunarto, 2004).
Sebagai
salah satu kawasan berkembang, kota Dumai dalam beberapa dekade terakhir ini
memang sangat marak terlihat pembangunan-pembangunan yang terfokus pada kawasan
pesisir. Mulai dari pembangunan pabrik-pabrik industri, perusahaan, pelabuahan,
dan lain-lain. Pembangunan di kawasan pesisir ini akhirnya menyerobot kawasan
hutan mangroveyang telah ada sebelumnya sehingga luas bentangan hutan mangrove
di walayah pesisir kota dumai selalu berkurang dan telah mencapai pada tahap
yang mengkhawatirkan.
Dalam
era otonimi daerah, penerapan otnomi daerah harus memenuhi asas otonomi luas
(misalnya, daerah dapat menafsirkan urusannya di bidang perikanan secaraluas
sesuai kebutuhan daerah), otonomi nyata (urusan yang ditafsirkannya tersebut
betul-betul nyata ada dan benar-benar diperlukan oleh masyarakat daerah tersebut
dan otonomi bertanggung jawab (pelaksanaan otonomi harus menjaga keserasian
antara daerah, antara pusat dan daerah dalam kerangka NKRI). Ketiga asas
otonomi ini dapat dipandang sebagai acuan harmonisasi hukum (Rusyadi et al, 2008).
Sebagaimana
upaya untuk mengelola wilayah pesisir secara berkelanjutan, maka telah banyak
dirumuskan dan dilakukan langkah-langkah antisipatif, salah satunya ialah
dengan menerapkan konsep konservasi yang dilakukan, tidak bisa tidak, harus
mengakomodasi aspek keruangan yang menjadi karakteristik sumberdaya alam, dalam
hal ini sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut. Aspek keruangan dari
konservasi ini harus dari sejak awal menjadi bagian dari perencanaan dan
penataan ruang pesisir dan laut (Abrahamsz, 2005).
Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk
melestarikan atau melindungi alam Konservasi adalah pelestarian atau
perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation
yang artinya pelestarian atau perlindungan. Sedangkan menurut ilmu lingkungan,
Konservasi adalah:
- Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
- Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam
- (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
- Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
- Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.
Konservasi
memang merupakan usaha yang kompleks dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama
dalam pelaksanaannya. Dan memang dalam pelaksanaannya membutuhkan tenaga dari
banyak orang. Oleh sebab itu penulis tertarik melakukan praktikum konservasi
ini.
1.2. Tujuan dan manfaat
Adapun
tujuan dari penulisan laporan praktikum ini adalah untuk menjadi pembelajaran
bagi mahasiswa bagaimana teknik konservasi wilayah pesisir dan untuk mengetahui
apa saja kendala yang akan dihadapi dalam melakukan usaha konservasi yang
bersumber dari praktisi konservasi setempat. Selain itu, untuk mengetahui peran
serta pemerintah setempat dalam melakuakn usaha konservasi.
Sedangkan
manfaat dari praktikum ini adalah dapat menjadi informasi bagi pembaca serta gambaran
secara umum mengenai kegiatan konservasi, teknik atau usaha-usaha yang
dilakukan, keadaan lingkungan wilayah konservasi serta kendala yang dihadapi
dalam melakukan konservasi.
II. METODOLOGI
2.1. Waktu dan tempat
Praktikum
Konsevasi Sumberdaya Hayati Laut dilaksanakan pada 13 – 14 Mei 2012. Bertempat
di kampus Marine Station Dumai, kawasan konservasi Lembaga Swadaya Masyarakat Pecinta
Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai dan Dinas Perikanan,
Perternakan dan Kelautan Kota Dumai.
2.2. Pendekatan dan Analisis
Pendekatan
yang dilakukan pada praktikum ini adalah dengan melakuakn pengamatan secara
langsung terhadap ekosistem hutan mangrove dan wilayah yang menjadi daerah
konservasi. Selanjutnya, pendekatan juga dilakuakn dengan cara mewawancarai
praktisi konservasi atau konservator yang berada di kawasan tersebut yang dalam
hal ini Lembaga
Swadaya Masyarakat Pecinta Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai.
Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada pihak yang berwenang untuk masalah
pengelolaan wilayah pesisir yakni pemerintah kota Dumai yang diwakilkan kepada
Dinas Perikanan, Perternakan dan Kelautan Kota Dumai.
Adapun data atau informasi yang diperoleh dari pendekatan
pengamatan secara langsung dan pendekatan pelalui proses wawancara kemudian
dikumpulkan, diolah dan dianalisis untuk
kemudian dapat dibahas dan mendapatkan pokok permasalahan serta melahirkan
rekomendasi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Kawasan Marine Station
Dengan
pengamatan secara langsung terhadap ekosistem mangrove di kawasan Marine
Station Dumai. Dapat diperkirakan kawasan hutan mangrove di daerah tersebut
sudah “remaja” dalam artian ukuran batang pohon mangrove yang cukup kuat
menahan kekuatan angin, keraptannya tidak terlalu rapat, adanya biota-biota
endemik yang mulai dapat berkembang biak dengan baik seperti ikan tembakul,
lokan, sipetang, nerita, monyet, aves, dan lain-lain.
3.1.2. Lembaga Swadaya Masyarakat Pecinta Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai
Lembaga Swadaya Masyarakat Pecinta Alam Bahari dan Sekolah
Alam Bandar Bakau Dumai berdiri sejak tahun 1998. Dalam usahanya untuk
menyedarkan atau menggerakkan kegiatan konservasi ini telah dimulai sejak tahun
2006 atau 7 tahun yang lalu. Bermula dari keresahan dan rasa cemas terhadap
pembangunan pelabuhan oleh PELINDO (PT. Pelabuhan Indonesia). Luas daerah
kawasan hutan mangrove sekitar 30 ha ini, 18 ha diantaranya dijadikan lokasi
kegiatan atau pembangnuan BUMN, PELINDO dan sedangkan 12 ha dijadikan daerah
konservasi ekosistem hutan mangrove.
Namun masalah perwilayahan tersebut masih menjadi pembahasan
bagi pemerintah setempat. Pada awal dalam permasalahan pemanfaatan lahan antara
pihak PAB (Pecinta Alam Bahari) dan PELINDO, pemerintah berperan sebagai
moderator. Namun akhirnya pemerintah memberi surat pernyataan bahwa kawasan 12
ha harus dilestarikan. Pemerintah setempat juga mulai memberikan bantuan moril
pada tahun 2011 dalambentuk anggaran perubahan daerah dan pada tahun 2012 akan
dicanangkan dalam APBD.
Dalam
kegiatan konservasi ini memang pada awalnya tidak mendapat respon yang hangat
dari masyarakat setempat, akan tetapi berkat usaha yang sungguh-sungguh
akhirnya pada saat ini banyak masyarakat yang mulai peduli terhadap kegiatan
konservasi ekosistem mangrove yang berasal dari kelompok masyarakat golongan
tua, pemuda bahkan anak-anak.
Bapak
Darwis selaku ketua PAB juga mengakui bahwa adanya peran dari badan
Internasional yang juga ikut dalam usaha konservasi. Yakni badan Internasional
dari Negara Jepang memberikan bantuan beasiswa kepada Bapak Darwis untuk
bersekolah di Bali untuk belajar Ilmu Konserasi. PAB juga memiliki beberapa
program jangka menengah dan jangka panjang. Kegiatan jangka panjang yakni
kegiatan konservasi yang berkelanjutan dan program jangka menengah yakni
pembuatan arboretum, edukasi mangrovve dan ekowisata.
Target
spesies dari kegiatan konservasi ini adalah dari golongan fauna, yakni : Udang,
Rama-rama, Lokan, Lutung, dan spesies endemik lainnya. Selain itu target flora
dalam konservasi adalah hampil seluruh jenis bakau, baik bakau sejati maupun
bakau asosiasi. Berdasarkan data dari Lembaga Swadaya Masyarakat Pecinta
Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai. Keberadaan
hutan mangrove di Muara Sungai Dumai, terdapat pada area seluas lebih kurang
11,5 hektar.
Berdasarkan hasil
pendataan setidaknya terdapat 16 jenis yang
dikatergorikan sebagai mangrove sejati dari 8 family/ keluarga. Serta
sejumlah 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Sedangkan berdasarkan total
keberadaan hutan mangrove yang berada di pesisir Kota Dumai, terdapat 23 jenis
mangrove sejati dan 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Jumlah ini merupakan setengah dari jenis mangrove sejati di Indonesia (47
jenis).
No.
|
Jenis
|
Famili
|
Nama Lokal
|
1.
|
Avicenia
alba
|
Avicenniaceae
|
Api-api
putih
|
2.
|
Avicenia
marina
|
Avicenniaceae
|
Api-api
jambu
|
3.
|
Bruguiera
gymnorrhiza
|
Rhizophoraceae
|
Tumu
|
4.
|
Bruguiera
parviflora
|
Rhizophoraceae
|
Lenggadai
|
5.
|
Ceriop
tagal
|
Rhizophoraceae
|
Tengar
|
6.
|
Gymnanthera
paludosa
|
Asclepiadaceae
|
Kacang-kacang,
kacang
laut
|
7.
|
Heritiera
littoralis
|
Sterculiaceae
|
Dungun
|
8.
|
Lumnitzera
littorea
|
Combretaceae
|
Teruntum,
sesop merah
|
9.
|
Lumnitzera
racemosa
|
Combretaceae
|
Susup,
teruntum bunga putih
|
10.
|
Rhizophora
apiculata
|
Rhizophoraceae
|
Bakau
kecil, minyak,
bakau
putih
|
11.
|
Rhizophora
stylosa
|
Rhizophoraceae
|
Bakau,
bakau merah
|
12.
|
Rhizophora
mucronata
|
Rhizophoraceae
|
Bakau,
belukap, bakau kurap
|
13.
|
Scyphiphora
hydrophyllacea
|
Rubiaceae
|
Cingam
|
14.
|
Sonneratia
alba
|
Sonneratiaceae
|
Perepat
|
15.
|
Sonneratia
ovata
|
Sonneratiaceae
|
Kedabu
|
16.
|
Xylocarpus
granatum
|
Meliaceae
|
Nyireh
bunga
|
No.
|
Jenis
|
Famili
|
Nama Lokal
|
1.
|
Akasia
mangium
|
Mimosaceae
|
Akasia
|
2.
|
Calophylum
inophyllum
|
Guttiferae
|
Gurah
|
3.
|
Cerbera
manghas
|
Apocynaceae
|
Bintan,
buta-buta
|
4.
|
Clerodendrum
inerme
|
Verbenaceae
|
Kayu
tulang, keranji
|
5.
|
Derris
trifoliata
|
Leguminosae
|
Tuba
laut
|
6.
|
Ficus
microcarpa
|
Moraceae
|
Beringin,
kayu ara
|
7.
|
Flacourtia
rukam
|
Flacourtiaceae
|
Rukam
|
8.
|
Flagellaria
indica
|
Flagellariaceae
|
Rotandini,
rotan tikus
|
9.
|
Hibiscus
tiliaceus
|
Malvaceae
|
Waru,
baru-baru
|
10.
|
Ipomoea
pes-caprae
|
Convolvulaceae
|
Katang-katang,
daun
barah
|
11.
|
Melastoma
cadidum
|
Melastomataceae
|
Senduduk
|
12.
|
Morinda
citrifolia
|
Rubiaceae
|
Mengkudu
|
13.
|
Pandanus
tectorius
|
Pandanaceae
|
Pandan
laut
|
14.
|
Pandanus
odoratissima
|
Pandanaceae
|
Pandan
tikar
|
15.
|
Passiflora
foetida
|
Passifloraceae
|
Seletup
bulu, rambut-rambut
|
16.
|
Sesuvium
portulacastrum
|
Aizoaceae
|
Rumput gelang
|
17.
|
Spinifex
littoreus
|
Gramineae
|
Gulung-gulung
|
18.
|
Stachytarpheta
jamaicensis
|
Verbenaceae
|
Ekor kuda
|
19.
|
Terminalia
cattapa
|
Combretaceae
|
Ketapang
|
20.
|
Thespesia
populnea
|
Malvaceae
|
Waru laut
|
21.
|
Vitex
pubescens
|
Verbenaceae
|
Leban
kampung
|
22.
|
Wedelia
biflora
|
Asteraceae
|
Serunai
laut
|
Dengan beranekaragamnya
flora dan fauna di kawasan konservasi tersebut, membuat kawasan tersebut
memiliki nilai ekowisata yang cukup menjanjikan. PAB sendiri juga sudah mulai
mengelola kawasan tersebut tidak hanya sekedar dijadikan kawasan konservasi
tetapi juga menjadi kawasan ekowisata, baik wisata alam maupun seni.
Dalam hal usaha
konservasi ini, PAB pasti juga menemukan kendala-kendala. Adapun
kendala-kendala tersebut berupa dari pemerintah adanya ketidak jelasan terhadap
dinas mana yang bertanggung jawab terhadap kawasan pesisir dan ekosistem hutan
mangrove yakni antara Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Dinas Lingkungan
Hidup sehingga mempersulit dalam hal yang berkaitan pada masalah birokrasi.
Selain itu masih adanya beberapa kasus pencurian dan penebangan liar terhadap
pohon-pohon mangrove mulai darialasan ekonomi hingga sosial budaya.
3.1.3. Dinas Perikanan, Perternakan dan Kelautan Kota Dumai
Pemerintah
kota Dumai yang diwakili oleh Dinas Perikanan, Perternakan dan Kelautan Kota
Dumai menjelaskan terdapat beberapa kendala dalam usaha konservasi di Dumai
yakni, adanya penebangan liar pohon-pohon mangrove secara ilegal oleh
masyarakat Dumai sendiri. Adanya kepentingan-kepentingan yang harus dihadapi
dalam pemanfaatan wilayah pesisir sebagai sektor industri, ekonomi dan
pembangunan-pembangunan.
3.2. Pembahasan
Keadaan ekosistem
hutan mangrove di Dumai mulai mengalami perbaikan yang cukup nyata. Hal ini
dapat terlihat dari kerapatan hutan, ukuran pohon dan biota-biota yang
berasosiasi di wilayah tersebut. Di kawasan Marine Station misalnya, dapat
terwujud karena sering dilakukaknnya pembibitan dan penanaman bibit pohon
mangrove secara berkala oleh anggota-anggota organisasi mahasiswa Ilmu Kelautan
Universitas Riau yakni BMC (Belucap Mangrove Club) dan juga adanya kerjasama
dengan instansi pemerintahan untuk melakuakn kegiatan konservasi dan
pelestarian lingkungan.
Kawasan
konservasi yang dikelola oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Pecinta
Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai di Area Konservasi Mangrove, Komplek Bandar Bakau Jl. Nelayan
(laut ujung) Kampung Tua Kedondong, Purnama Dumai Barat. Hasil usaha konservasi
yang dilakukan juga telah terlihat hasilnya. Hal ini dapat ditandai dari
kerapatan hutan mangrove, ukuran pohon, keanekaragaman jenis dan juga telah
munculnya kembali dan dapat berkembangnya dengan baik biota-biota endemik
mangrove yang dulu pernah hilang ketika terjadinya kerusakan lingkungan.
Permasalahan-permasalahan
yang ada seperti penebangan pohon mangrove untuk kayu arang tidak lagi populer
karena sudah adanya konversi bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga yang
telah menjangkau masyarakat pedesaan sekalipun. Masalah yang timbul dari
penebangan pohon mangrove kini beralasan kebudayaan yakni festival gasing.
Gasing yang terbaik menggunakan pokok kayu bakau karena dinilai sangat keras
dan tidak mudah pecah ketika diadu pada lomba festival gasing.
Oleh
sebab itu marak sekali pencurian dan penebangan pohon bakau. Namun dengan
diplomasi yang dilakukan Bapak Darwis kepada pihak pemerintah yang
menyelenggarakan kegiatan tersebut, maka syarat yang ditetapkan untuk mengikuti
lomba tersebut adalah bahan dasar kayu yang digunakan untuk pembuatan gasing
tidak boleh dari kayu bakau, sehingga tidak ada lagi penebangan pohon bakau
dengan alasan kebudayaan.
Selain itu
daerah konservasi mangrove yang dikelola oleh Bapak Darwis ytelah dikembangkan
menjadi daerah ekowisata yang dikemas dalam bentuk penampilan seni teater yang
menampilkan seni teater bertemakan lingkungan. Selain itu juga ekowisata yang
ada dikemas dalam bentuk eduekowisata yakni wisata lingkungan yang berbasis
pendidikan dengan menjaga lingkungan untuk menciptakan kelestarian lingkungan
hidup. Oleh sebab itu wisatawan yang datang pun mulai dari kalangan masyarakat
awam hingga kalangan akademisi dan peneliti.
Hal ini sangat
menguntungkan bagi lingkungan karena kelastariannya tetap terjaga dan disisi
lain dapat menguntungkan bagi masyarakat sekitar sebagai lahan pencarian untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi merekadengan cara berdagang, penjualan sovenir
tentang lingkungan, penyediaan penginapan bagi wisatawan yang akan beraktivias
berhari-hari dilokasi ekowisata, jasa dan lain sebagainya. Karena hakikat
ekowisata adalah tidak hanya terkosentrasiterhadap kelestarian lingkungan
tetapi juga memikirkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari
praktikum konservasi sumberdaya hayati laut dapat disimpulkan bahwa konservasi
adalah usaha yang komlpeks dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Selain
itu, untuk melakuakn konservasi tidak hanya mengandalkan pengetahuan tentang
objek yang akan dikonservasi namun juga dibutuhkan komunikasi kemampuan
berkomunikasi untuk meyakinkan masyarakat dan agar dapat mengajak masyarakat
untuk terlibat dalam kegiatan konservasi. Tidak hanya itu, peran pemerintah
sebagai pemangku kebijakan juga tidak lepas dalam usaha konservasi.
4.2. Saran
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan adalah diharapkan adanya manajemen yang
serius dari pemeritah untuk perlindungan daerah konservasi. Selain itu
dibutuhkan bantuan pemerintah untuk pengembangan daerah konservasi menjadi
daerah ekowisata yang tidak hanya menyelestarikan lingkungan namun juga dapat
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamsz, A., Tuapattinaja, M. A. 2005. Evaluasi kawasan konservasi hutan mangrove di Desa Passo. Ichthyos
: jurnal penelitian ilmu-ilmu perikanan dan kelautan. Universitas
Pattimura. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 4 (93-98).
Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung
sumber hayati perikanan pantai. Jurnal penelitian dan pengembangan
pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 23 (15-21).
Gunawan, H. 1998. Pelestarian hutan mangrove untuk
konservasi satwa di Sulawesi. Eboni. Ujung
Pandang, Balai Penelitian Kehutanan (Ujung Pandang), id. Null (null).
Hanif, A. 2011.
Kota Dumai dan Kawasan Konservasi Mangrove. Loka Kawasan Konservasi Perairan
Nasional. http://www.kp3k.kkp.go.id/lkkpn/index.php?option=com_content&view=article&id=123:kota-dumai-dan-kawasan-konservasi-mangrove&catid=31:beranda&Itemid=28.
Rusyadi, Monintja,
D. R., Purwaka, T. H., Sondita, M. F.
A., Haluan, J. 2008. Evaluasi
keserasian peraturan daerah dan kebijakan nasional tentang retribusi dan
konservasi di bidang perikanan tangkap. Mangrove pesisir. Pusat
Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta. 8 (1-12).
Susmianto, A. 2004. Aspek pengumpulan data dan informasi
sumberdaya perairan darat dalam rangka konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya. Limnotek : perairan darat tropis di
Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat
Penelitian Limnologi. 9 (25-30).
Thaha dan Arsyad, M. 2003. Konservasi energy gelombang melalui
rumpun bakau: rhizophora. Jurnal penelitian enjiniring : JPE. Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin. 9 (251-264).
No comments:
Post a Comment