perhatian : diperbolehkan untuk meng-copy materi ini dengan syarat
hanya untuk akademis dan mencantumkan Nama Penulis dan alamat web halaman ini pada daftar
pustaka anda.
Laporan Praktikum Instrumen Kelautan
Laporan Praktikum Instrumen Kelautan
ANALISIS KEDALAMAN DASAR LAUT DAN PEMETAAN DASAR LAUT DENGAN
INSTRUMEN KELAUTAN DI PERAIRAN LAUT PURNAMA, KOTA DUMAI PROVINSI RIAU
Oleh
TEGUH HERIYANTO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Instrumen Kelautan.
Serta Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah megajarkan kita agar
selalu menuntut ilmu sampai akhir hayat nanti.
Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Penanggung Jawab yakni Bapak Ir. H.
Elizal, M.Sc. yang telah memberikan arahan, masukan serta pencerahan kepada
penulis dalam pembuatan laporan praktikum ini dan juga ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah banyak membantu, terutama dalam melakukan
praktikum.
Sebagai manusia
penyandang relativitas kebenaran, penulis sangat menyadari adanya kekurangan
didalam pembuatan laporan ini. Atas segala kekurangan tersebut penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhirnya penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, 22 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL..................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Tujuan dan Manfaat
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Echosounder
2.2. GPS
2.3. Amemometer
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
3.2. Bahan dan Alat
3.3. Prosedur Praktikum
3.4. Metode Praktikum
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil
pengukuran kedalaman dan posisi lokasi sampling..................................... 8
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang
besar di bidang Perikanan. Luas wilayah Indonesia
sebesar 7,9 juta km 2 atau sekitar 81 % dari wilayah seluruh
Indonesia. Sedangkan luas
perairan Indonesia saat ini lebih kurang
14 juta Ha, yang terdiri dari sungai dan rawa sebesar 11,9 juta Ha, 1,78
juta Ha danau alam dan 0,93 juta Ha danau buatan. Hal ini merupakan potensi
yang sangat bagus untuk pengembangan usaha perikanan (Nyabakken, 1992).
Wilayah Kota Dumai
terletak pada posisi koordinat 101o23’37” – 101o28’13” BT
dan 01o23’00” – 01o24’23” LU. Wilayahnya terdiri dari
tanah rawa bergambut dengan kedalaman 0–0,5 m dan beberapa kilometer ke
arah Selatan terdapat daratan rendah dengan kemiringan 0–5 %. Memiliki luas 1.772,38
km2 terdiri dari 5 kecamatan dan 32 kelurahan. Kelima
kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Dumai Barat dengan luas 120 km2,
Kecamatan Dumai Timur dengan luas 59 km2 dan Kecamatan Bukit Kapur
dengan luas 250 km2, Kecamatan Medang Kampai 373 dan Kecamatan
Sungai Sembilan 970,38 km2 (Hanif, 2011).
Dasar laut adalah
sebagian dari bumi yang wilayahnya belum terjelajahi secara keseluruhan, baik
luas, kedalaman, maupun potensinya. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi
tentang berbagai aspek dari dasar laut adalah dengan sistem akustik bawah air
(Sari, 2009). Instrumentasi Kelautan adalah
alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian
dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks dalam bidang kelautan.
Instrumentasi kelautan secara umum instrumentasi mempunyai 3 fungsi utama
(Komunitas Mahasiswa Instrumentasi dan Survei
Kelautan, 2011.):
§
Sebagai alat pengukuran
§
Sebagai alat analisa, dan
§
Sebagai alat kendali.
Hidroakustik merupakan
suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan suara atau bunyi
untuk melakukan pendeteksian. Teknologi hidroakustik memiliki beberapa
kelebihan diantaranya yaitu; informasi pada areal yang dideteksi dapat
diperoleh secara cepat (real time), dan secara langsung di wilayah deteksi
(in situ), serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly)
pada frekuensi tertentu, karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan
menggunakan suara (underwater sound). Sehingga metode ini merupakan
solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air
(Jackson et al. 1986 dalam Jayantir, 2009).
Dasar laut memiliki
karakteristik memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara seperti
halnya permukaan perairan laut (Urick, 1983 dalam Jayantie, 2009). Parameter
seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi
lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne
et al. 1988; Moustier and Matsumoto 1993; Chakraborty et al. 2007
dalam Jayantir, 2009).
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari pelaksanaan praktikum lapangan mata kuliah intrumen kelautan ini adalah untuk mengetahui kedalaman
dasar laut, pemetaan
dasar laut yang ada di perairan
dumai.
Adapun
manfaat dari pelaksanaan dari praktikum ini adalah menjadi pembelajaran bagi
mahasiswa untuk meneliti dengan menggunakan instrumen kelautan dan juga
diharapkan hasil praktikum ini dapat menjadi unformasi tambahan bagi pembaca.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Echosounder
Echosounder adalah alat untuk
mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke
dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air.Adapun
kegunaan dasar dari echosounder yaitu menentukan kedalaman suatu perairan
dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat
waktunya sampai echo kembali dari dasar air.
Data tampilan juga dapat
dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit GPS yang
ada dengan memasang antena GPS (jika fitur GPS pada echosounder ada). Teknik
echo sounder yang dipakai untuk mengukur kedalaman laut, bisa dibuat alat
pengukur jarak dengan ultra sonic. Pengukur jarak ini memakai rangkaian
yang sama dengan Jam Digital dalam artikel yang lalu, ditambah dengan rangkaian
pemancar dan penerima Ultra Sonic (Kusmayani, 2011).
2.2. GPS
GPS (Global Positioning System) adalah sistem
satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika
Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi
serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa
bergantung waktu dan cuaca, bagi banyak orang secara simultan. Saat ini GPS
sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang aplikasi
yang menuntut informasi tentang posisi, kecepatan, percepatan ataupun waktu
yang teliti. GPS dapat memberikan informasi posisi dengan ketelitian bervariasi
dari beberapa millimeter (orde nol) sampai dengan puluhan meter.
Beberapa kemampuan GPS antara lain dapat
memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat,
murah, dimana saja di bumi ini tanpa tergantung cuaca. Hal yang perlu dicatat
bahwa GPS adalah satu-satunya sistem navigasi ataupun sistem penentuan posisi
dalam beberapa abad ini yang memiliki kemampuan handal seperti itu. Ketelitian
dari GPS dapat mencapai beberapa mm untuk ketelitian posisinya, beberapa cm/s
untuk ketelitian kecepatannya dan beberapa nanodetik untuk ketelitian waktunya.
Ketelitian posisi yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor yaitu metode
penentuan posisi, geometri satelit, tingkat ketelitian data, dan metode
pengolahan datanya.
GPS kadang memberikan presisi yang kecil, untuk itu GPS dengan
keakuratan yang tinggi digunakan untuk lingkup yang kecil tetapi mempunyai
banyak variabel, Dalam beberapa kasus dimungkinkan untuk melakukan
pengulangan posisi suatu lokasi sampling (Kelompok Keilmuan Geodesi, 2012).
2.3. Amemometer
Anemometer
adalah alat pengukur kecepatan angin yang banyak dipakai dalam bidang
Meteorologi dan Geofisika atau stasiun prakiraan
cuaca. Nama alat ini berasal dari kata Yunani anemos yang berarti angin.
Perancang pertama dari alat ini adalah Leon Battista Alberti pada tahun
1450. Selain mengukur kecepatan angin, alat ini juga dapat mengukur besarnya
tekanan angin itu (Wikipwedia, 2012).
Anemometer adalah
sebuah perangkat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin, dan merupakan
salah satu instrumen yang digunakan dalam sebuah stasiun cuaca. Istilah ini
berasal dari kata Yunani anemos, yang berarti angin. Anemometer pertama adalah
alat pengukur jurusan angin yang ditemukan oleh oleh Leon Battista Alberti.
Anemometer dapat dibagi menjadi dua kelas: yang mengukur angin dari kecepatan,
dan orang-orang yang mengukur dari tekanan angin, tetapi karena ada hubungan
erat antara tekanan dan kecepatan, yang dirancang untuk satu alat pengukur
jurusan angin akan memberikan informasi tentang keduanya (Joytalia, 2010).
III.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Minggu tanggal l3
Mei 2012 di Marine Stasion Dumai Provinsi Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Peralatan
yang digunakan dalam praktikum Intrumen kelautan ini adalah Echosounder, GPS, Baterai, Amemometer, alat-alat tulis untuk mencatat data
yang didapat dari lokasi
praktikum.
3.3. Prosedur Praktikum
Adapun prosedur dari praktikum ini yaitu praktikan
mengambil data dengan
menggunakan alat yaitu echosounder dengan 12 stasiun yang berbeda yang ada disekitar marine station dumai.
3.4. Metode Praktikum
Metode
praktek digunakan dalam praktek umum ini adalah metode survei yaitu dengan
mengadakan kegiatan peninjauan, pengamatan langsung pada 12 stasiun yang telah ditetapkan.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari praktikum yang
telah dilaksanakan di perairan Selat Rupat diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel
1. Hasil pengukuran kedalaman dan posisi lokasi sampling
Stasiun
|
Letak stasiun
|
Kedalaman
|
Keterangan
|
|
Letak lintang
|
Letak bujur
|
|||
1
|
010 41’01,0’’
|
1010 24’36,0‘’
|
1,5
m
|
Terlihat
tumpahan minyak
|
2
|
010 41’03,0’’
|
1010 24’38,1‘’
|
2
m
|
|
3
|
010 41’ 1,00’’
|
1010 24’40,0‘’
|
2
m
|
|
4
|
010 41’50,2‘’
|
1010 26’39,0‘’
|
2
m
|
Terlihat
abrasi pantai pantai
|
5
|
010 41’50,3‘’
|
1010 26’14,4‘’
|
3
m
|
|
6
|
010 41’50,0‘’
|
1010 26’23,4‘’
|
4
m
|
|
7
|
010 41’31,3‘’
|
1010 29’24,4‘’
|
7
m
|
Terlihat
abrasi pantai dan tumpahan minyak
|
8
|
010 41’31,1‘’
|
1010 25’25,1‘’
|
13,13
m
|
|
9
|
010 41’31,2‘’
|
1010 25’34,6‘’
|
18
m
|
|
10
|
010 40’59,2‘’
|
1010 28’45,7‘’
|
4
cm
|
Terlihat
perairanya tercemar karena tumpahan minyak
|
11
|
010 41’22,0‘’
|
1010 28’47,4‘’
|
19
m
|
|
12
|
010 41’11,8‘’
|
1010 28’50,5‘’
|
34
m
|
Berdasarkan
data kedalaman diatas, terlihat bahwa kedalaman perairan tersebut variatif,
yakni stasiun 1 – 7 dasar perairan terlihat landai. Sedangkan stasiun lain
cukup curam.
Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
4.2. Pembahasan
Data yang diperoleh
menunjukkan kedalaman yang tertinggi terletak pada stasiun 12 dengan kedalaman
34 m yang terletak ke arah utara stasiun 8 sedangkan yang terendah terletak pada
stasiun1 dengan kedalaman 1,5 m. Hal ini dapat menandakan bahwa semakin
bertambah ke arah lepas pantai atau semakin jauh dari pantai maka kedalaman
bertambah, bisa saja terjadi disebabkan oleh banyak faktor misalnya proses
sedimentasi yang terjadi pada daerah pantai atau muara sungai lebih tinggi
tingkat sedimentasinya.
Bila melihat pada peta
maka dapat dilihat stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6 cukup landai karena kedalamannya
relatif homogen. Tapi bila mengacu pada kedalaman maka akan terlihat perbedaan
yang cukup signifikan dimana stasiun 12 memiliki kedalaman yang sangat tinggi
di banding dengan stasiun di sekitarnya dan dapat diartikan stasiun 12 memang
cukup curam. Dari stasiun 10 terlihat kedalamanya cukup dangkal yakni 4 m jika
dibandingkan stasiun di sekitarnya yakni stasiun 11 dan stasiun 12 yang
menandakan daerah tersebut seperti lembah di dasar laut.
Perbedaan kedalaman ini
menunjukkan morfologi dasar perairan yang cukup variatif, dikarenakan walau
beberapa titik sampling memiliki jarak yang dekat akan tetapi langsung
mengalami perubahan kedalaman yang cukup mencolok. Morfologi dasar perairan
tersebut dapat berubah karena aktifitas geologi dibawah batuan. Selain itu
proses sedimentasi yang terjadi dapat mempengaruhi kedalaman perairan. Abrasi
yang terjadi di sekitar perairan dapat menyumbang sedimen dalam jumlah besar
dan mempengaruhi kedalaman perairan tersebut. Aktivitas transportasi yang padat
di lokasi juga mempengaruhi kedalaman perairan ditambah lagi adanya penambangan
minyak lepas pantai maupun pengerukan.
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang dilaksanakan diperoleh
kesimpulan bahwa stasiun yang paling dalam adalah stasiun 12 dengan kedalaman 24 m sedangkan stasiun yang paling dangkal adalah stasiun 1 dengan kedalaman 1,5.
5.2. Saran
Dari
praktikum yang telah dilaksanakan, diharapkan untuk kedepannya saat menentukan
titik sampling harus diketahui jaraknya dan akan lebih mudah lagi apabila jarak
dari masing-masing stasiun adalah sama.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Hanif, A. 2011. Kota Dumai dan Kawasan
Konservasi Mangrove. Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional. http://www.kp3k.kkp.go.id/lkkpn/index.php?option=com_content&view=article&id=123:kota-dumai-dan-kawasan-konservasi-mangrove&catid=31:beranda&Itemid=28.
Jayantir, R. W. N. 2009. Pengukuran Acoustic
Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan Sekitarnya
Menggunakan Instrumen Simrad Ek60. Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (tidak
diterbitkan).
Joytalia. 2010. Anemometer. http://joytalita.wordpress.com/2010/05/23/anemometer-nieee/.
(Diakses tanggal 22 Juni 2012 pukul 07.03).
Kelompok Keilmuan Geodesi. 2012.
Teknologi GPS. http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=498.
(Diakses pada 22 Juni 2012 Pukul 06.50 WIB).
Komunitas Mahasiswa Instrumentasi dan
Survei Kelautan. 2011. Instrumen Kelautan. http://www.komitmenkelautan.com/2010/10/instrumentasi-kelautan.html
(diakses pada 22 Juni 2012 pukul 06.30 WIB).
Kusmayani, I. S. 2011. Alat oseanografi
echosounder. http://riezezalovelygirl.blogspot.com/2011/03/indriati-sari-kusmayani.html.
(Diakses pada 22 Juni 2012 pukul 06.45 WIB).
Sari, S. P. 2009. Deteksi Dan
Interpretasi Target Di Dasar Laut Menggunakan Instrumen Side Scan Sonar.
Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor (tidak diterbitkan).
Wikipwedia. 2012. Anemometer. http://id.wikipedia.org/wiki/Anemometer.
(Diakses pada 22 Juni 2012 pukul 07.00 WIB).
No comments:
Post a Comment