PERHATIAN : diperbolehkan untuk meng-copy materi ini dengan syarat
hanya untuk akademis dan mencantumkan Nama Penulis dan alamat web halaman ini pada daftar
pustaka anda.
Prof. Dr. Ir. Rifardi, M.Sc
LAPORAN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI GEOLOGI
PETA BATHYMETRI PERAIRAN SELAT RUPAT
OLEH :
TEGUH HERIYANTO
0904121598
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
RIAU
PEKANBARU
2012
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan petunjukNya penulis dapat menyelesaikan laporan pratikum
lapangan Oseanografi Geologi ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebanyak-banyaknya kepada dosen mata kuliah Oseanografi Geologi Bapak
Prof. Dr. Ir. Rifardi, M.Sc serta asisten yang telah membantu selama
pelaksanaan pratikum sampai pada penulisan laporan ini.
Penulis menyadari adanya
kekurangan dalam laporan ini untuk itu diharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaanlaporan yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Pekanbaru,
Mei 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ii
|
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................. iii
DAFTAR TABEL........................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. v
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang......................................................................... 1
1.2.
Tujuan...................................................................................... 3
1.3.
Manfaat.................................................................................... 3
II. METODE PRAKTIKUM
2.1.
Waktu dan Tempat.................................................................. 4
2.2.
Bahan dan Alat........................................................................ 4 2.3. Prosedur pratikum ........................................................................................................ 4
2.3.1 Penentuan Lokasi
Sampling............................................ 4
2.3.2 Pengukuran
Kedalaman.................................................. 5
2.3.3 Pembuatan Peta
Bathimetri............................................ 5
2.4 Analisis
Data............................................................................. 6
2.5
Asumsi....................................................................................... 7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Bathimetri Wilayah Studi........................................................ 8
3.2.
Gambaran Morphologi Wilayah Studi………………………. 9
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan..............................................................................
11
4.2.
Saran ...................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
|
|
Tabel
Halaman
1. Pengukuran kedalaman perairan
.......................................................... 8
|
|
Halaman
1. Peta Bathymetri Lokasi Praktikum.........................................................
13
2. Keadaan Perairan Lokasi Praktikum.......................................................
14
|
1.1. Latar
Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia,
memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km2 terdiri dari 3,1 juta km2
luas laut nusantara, 2,7 juta km2 wilayah zona ekonomi eksklusif
Indonesia (ZEEI) dengan jumlah pulau sebanyak 17.480 pulau dan panjang garis
pantai diperkirakan 95,181 km. Secara keseluruhan wilayah laut Indonesia
mencapai 75,3 % dari total wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Rompas et al, 2008).
Selat Rupat merupakan selat kecil yang berada di Selat
Malaka yang secara geografis terletak di anatara pesisir kota Dumai dengan
pulau Rupat provinsi Riau yang memiliki panjang lebih kurang 72,4 km dan lebar
3,8-8 km. Selat Rupat merupakan jalur transportasi yang strategis yang rentan
terhadap pencemaran minyak. Perairan selat Rupat merupakan perairan semi
tertutup dan di wilayah ini dalam waktu 24 jam dua kali pasang dan dua kali
surut.
|
Salah satu
aspek yang berkontribusi banyak dalam perairan kampus Ilmu Kelautan Purnama
adalah oleh proses kegiatan industri yang berdomisili di sekitar wilayah
Purnama kota Dumai, diantara industri-industri yang berdomisili di sekitar
Purnama dan berkemungkinan berkontribusi terhadap pencemaran diperairan
tersebut adalah PT. Pertamina UP II, PT Semen Padang dan industri-industri
bertaraf besar yang lainnya.
Bathimetri
adalah studi tentang kedalaman air danau atau dasar lautan. Dengan kata lain,
bathimetri adalah setara dengan hypsometry bawah air. Peta bathimetri
(hidrografi) biasanya diproduksi untuk mendukung keselamatan navigasi permukaan
atau sub-permukaan, dan biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah
dasar laut sebagai garis kontur (isodepth)
dan pemilihan kedalaman (sounding),
dan biasanya juga menyediakan informasi mengenai navigasi permukaan.
Awalnya,
batimetri mengacu pada pengukuran kedalaman laut dengan sounding kedalaman.
Teknik awal yang digunakan dalam pengukuran bathimetri adalah dengan tali yang
diberikan pemberat. Keterbatasan terbesar dari teknik ini adalah bahwa metode
ini hanya mengukur kedalaman pada satu titik pada satu waktu, dan sangat tidak
efisien. Selain itu metode ini juga sangat dipengaruhi oleh pergerakan kapal
dan arus terhadap tali, sehingga membuatnya tidak akurat.
Global Positioning System (Global Navigation Satellite System/GNSS)
digunakan untuk mengetahui posisi sounding di permukaan bumi. Profil kecepatan
suara (kecepatan suara dalam air sebagai fungsi kedalaman) dari kolom air
digunakan untuk mengkoreksi pembiasan atau “ray-bending” dari gelombang suara
karena karakteristik kolom air yang tidak seragam seperti suhu, konduktivitas,
dan tekanan. Sebuah sistem komputer memproses semua data, mengoreksi untuk
semua faktor di atas serta sudut dari masing-masing beam. Hasil pengukuran
sounding kemudian diproses secara manual, semi-otomatis atau secara otomatis
untuk menghasilkan peta di daerah yang di-sounding.
Beberapa
pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri adalah studi tentang
lautan, batu-batuan dan mineral di dasar laut, studi tentang gempa bumi atau
gunung berapi bawah laut. Pengukuran dan analisis pengukuran bathymetri adalah
salah satu inti (core area) dari Hidrografi modern, dan komponen fundamental
dalam memastikan keselamatan angkutan barang di seluruh dunia.
1.2. Tujuan
Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk membuat peta bathimetri yang dapat menggambarkan
morphologi wilayah perairan yang menjadi lokasi praktikum.
1.3. Manfaat
Manfaat
dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat membuat peta bathimetri wilayah perairan yang menjadi lokasi praktikum
yakni perairan Selat Rupat. Hasil dari praktikum ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai informasi dasar dalam pengembangan perairan Selat Rupat.
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
lapangan Oseanografi Geologi ini dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2012. Bertempat di sekitar perairan
Selat Rupat, dan sungai Mesjid Dumai.
2.2. Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah GPS (Global
Positioning System) untuk menentukan posisi titik/stasiun sampling saat pengukuran
kedalaman dan menyesuaikan posisi dengan stasiun yang telah di tetapkan
sebelumnya. Tali untuk mengukur kedalaman wilayah perairan yang menjadi titik/stasiun.
Serta yang terakhir adalah alat tulis untuk mencatat hasil yang diperoleh.
2.3.
Prosedur Penelitian
2.3.1 Penentuan Lokasi Sampling
·
Penentuan
lokasi stasiun meliputi letak lintang dan bujur, yang ditentukan sebelum turun
ke lapangan.
·
Masing-masing
stasiun diberi nomor pada
peta dasar yang telah dibuat.
·
Buat
lembaran terpisah untuk tabel yang akan berisi nomor stasiun, posisi (lintang dan bujur), kedalaman dan keterangan.
·
Dalam
penentuan stasiun perlu dipertimbangkan berbagai aspek dan informasi yang
berasal dari data sekunder dan penelitian pendahuluan.
·
Cara penetapan stasiun dengan menggambarkan posisi
masing-masing stasiun pada peta dasar sebagai berikut yaitu menempatkan suatu
titik pada peta dasar dan menentukan posisinya dengan cara mengukur letak
lintang dan bujur titik tersebut. Penentuan stasiun yang paling sederhana
adalah dengan membuat grid pada peta dasar.
·
Jumlah
dan jarak antara stasiun dengan lainnya harus ditentukan dan disesuaikan dengan
tujuan penelitian serta kondisi di lapangan.
·
Jumlah
stasiun harus dapat mewakili kondisi wilayah studi secara umum.
2.3.2 Pengukuran Kedalaman
Untuk
pengukuran kedalaman dilakukan di setiap stasiun yaitu sebanyak 12 titik/stasiun.
Ketika kapal sudah sampai di titik/stasiun yang telah ditentukan, kapal
diberhentikan sementara kemudian GPS dipersiapkan untuk mengetahui posisi stasiun
sampling dan mencocokkan posisi stasiun yang telah ditetapkan pada peta dasar
dengan posisi sebenarnya di lapangan. Pada waktu yang bersamaan, tali
dimasukkan untuk mengetahui kedalaman perairan tersebut.
2.3.3. Pembuatan Peta
Bathymetri
Untuk pembuatan peta
bathymetri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu manual dan menggunakan program aplikasi
komputer yaitu program arc View. Peta bathimetri dibuat dengan cara membuat kontur kedalaman
wilayah perairan yang menjadi lokasi praktikum.
Pembuatan peta bathymetri yang menggunakan
program arc view dimulai dari membuka program tersebut kemudian memasukkan data yang
dibutuhkan. Kemudian akan muncul peta bathymetri lengkap dengan garis
konturnya. Pembuatan peta secara manual dimulai dengan menyediakan peta dasar
yang menjadi lokasi praktikum. Kemudian menempatkan atau memplot titik sampling
kedalam peta dasar tersebut. Setelah titik sampling diplotkan kedalm peta maka
langkah selanjutnya adalah menentukan interval kontur. Dimana interval kontur
adalah jarak vertikal antara dua garis kontur yang berdekatan. Kemudian mencari
titik yang mempunyai kedalaman sessuai pada interval kontur dan membuat
interpolasi antar titik sampling. Setelah semua titik sampling dibuat
interpolasinya maka langkah selanjutnya adalah menghubungkan titik yang mempunyai
kedalaman yang sama sehingga membentuk suatu garis.
2.4. Analisis Data
Data yang
diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan ditabulasikan
kedalam bentuk tabel, grafik dan dibahas secara deskriptif. Maka untuk
menentukan interval kontur digunakan persamaan sebagai berikut:
Interval Kontur = (1 x skala)/ 2000
Dimana : Interval Kontur = Jarak vertikal antara
dua garis kontur
Skala =
Perbandingan jarak sebenarnya dengan jarak pada peta
1 dan 2.000 = Konstanta
Jika interval kontur lebih besar dibandingkan
kedalaman perairan, maka untuk menentukan interval digunakan cara sebagai
berikut:
Interval
Kontur = D – d
N
Dimana: D= Kedalaman paling besar
d = Kedalaman paling dangkal
N= Jumlah garis kontur yang diinginkan
2.5. Asumsi
Dalam pelaksanaan praktikum dapat diasumsikan bahwa
permukaan perairan tidak mengalami perubahan atau tidak sedang mengalami pasang
atau surut. Alat yang digunakan dalam praktikum diasumsikan sama dan dengan tingkat
kesalahan atau kekeliruan selama praktikum dianggap sama sehingga tidak
berpengaruh pada hasil yang diperoleh.
|
3.1. Bathimetri Wilayah Studi
Dari praktikum yang telah
dilaksanakan di perairan Selat Rupat diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengukuran kedalaman dan posisi lokasi sampling
Stasiun
|
Letak stasiun
|
Kedalaman
|
Keterangan
|
|
Letak lintang
|
Letak bujur
|
|||
1
|
010 41’01,0’’
|
1010 24’36,0‘’
|
1,5
m
|
Terlihat
tumpahan minyak
|
2
|
010 41’03,0’’
|
1010 24’38,1‘’
|
2
m
|
|
3
|
010 41’ 1,00’’
|
1010 24’40,0‘’
|
2
m
|
|
4
|
010 41’50,2‘’
|
1010 26’39,0‘’
|
2
m
|
Terlihat
abrasi pantai pantai
|
5
|
010 41’50,3‘’
|
1010 26’14,4‘’
|
3
m
|
|
6
|
010 41’50,0‘’
|
1010 26’23,4‘’
|
4
m
|
|
7
|
010 41’31,3‘’
|
1010 29’24,4‘’
|
7
m
|
Terlihat
abrasi pantai dan tumpahan minyak
|
8
|
010 41’31,1‘’
|
1010 25’25,1‘’
|
13,13
m
|
|
9
|
010 41’31,2‘’
|
1010 25’34,6‘’
|
18
m
|
|
10
|
010 40’59,2‘’
|
1010 28’45,7‘’
|
4
cm
|
Terlihat
perairanya tercemar karena tumpahan minyak
|
11
|
010 41’22,0‘’
|
1010 28’47,4‘’
|
19
m
|
|
12
|
010 41’11,8‘’
|
1010 28’50,5‘’
|
34
m
|
Berdasarkan data kedalaman diatas,
terlihat bahwa kedalaman perairan tersebut variatif, yakni stasiun 1 – 7 dasar
perairan terlihat landai. Sedangkan stasiun lain cukup curam.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Peta Bathymetri Perairan Selat Rupat
3.2. Gambaran Morphologi Wilayah Studi
Data yang
diperoleh menunjukkan kedalaman yang tertinggi terletak pada stasiun 12 dengan
kedalaman 34 m yang terletak ke arah utara stasiun 8 sedangkan yang terendah
terletak pada stasiun1 dengan kedalaman 1,5 m. Hal ini dapat menandakan bahwa semakin
bertambah ke arah lepas pantai atau semakin jauh dari pantai maka kedalaman
bertambah, bisa saja terjadi disebabkan oleh banyak faktor misalnya proses sedimentasi
yang terjadi pada daerah pantai atau muara sungai lebih tinggi tingkat
sedimentasinya.
Bila melihat pada peta maka dapat dilihat stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6 cukup landai karena kedalamannya
relatif homogen. Tapi bila mengacu pada kedalaman maka akan terlihat
perbedaan yang cukup signifikan dimana stasiun 12 memiliki kedalaman yang sangat tinggi di banding dengan stasiun
di sekitarnya dan dapat diartikan stasiun 12 memang cukup curam.
Dasri stasiun
10 terlihat kedalamanya cukup dangkal yakni 4 m jika dibandingkan stasiun di
sekitarnya yakni stasiun 11 dan stasiun 12 yang menandakan daerah tersebut
seperti lembah di dasar laut.
Perbedaan
kedalaman ini menunjukkan
morfologi dasar perairan yang cukup variatif, dikarenakan walau beberapa
titik sampling memiliki jarak yang
dekat akan tetapi langsung
mengalami perubahan kedalaman yang cukup mencolok. Morfologi dasar perairan tersebut dapat berubah
karena aktifitas geologi dibawah batuan. Selain itu proses sedimentasi yang
terjadi dapat mempengaruhi kedalaman perairan. Abrasi yang terjadi di sekitar
perairan dapat menyumbang sedimen dalam jumlah besar dan mempengaruhi kedalaman
perairan tersebut. Aktivitas
transportasi yang padat di lokasi juga mempengaruhi kedalaman perairan ditambah
lagi adanya penambangan minyak lepas pantai maupun pengerukan.
4.1. Kesimpulan
Dari hasil
dan pembahasan yang dilaksanakan diperoleh kesimpulan bahwa stasiun yang paling
dalam adalah stasiun 12 dengan kedalaman 24 m sedangkan stasiun yang paling dangkal adalah stasiun 1 dengan kedalaman 1,5.
5.2.
Saran
Dari
praktikum yang telah dilaksanakan, diharapkan untuk kedepannya saat menentukan
titik sampling harus diketahui jaraknya dan akan lebih mudah lagi apabila jarak
dari masing-masing stasiun adalah sama.
|
Austin, B. 1988. Marine Biology Cambrige University
Press Melbourne, 222 p
Hermanto
dan Suhartati. 1991. Transportasi Sedimen Permukaan dan Foraminifera di Teluk
Ambon Perairan Maluku dan Sekitarnya : 142-150.
Hutabarat, S. dan Evans. 1985. Pengantar Oceonografi, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.159
hal.
Indra, H. 1998. Pola dan Kecepatan Arus Pasang
Surut Harian Muara Sungai Mesjid Dumai. Skripsi Fakultas Perikanan Universitas
Riau Pekanbaru.44 hal (tidak
diterbitkan).
Michael, P. 1984. Ecological Methods For Field And
Laboratory Investigations.
Mcgraaww Hill Book Ltd Company. New Delhi. 40 p.
Soenaryo.
1989. Fenomena Transpor Pantai. Jurusan Teknik Geofisika ITB. Bandung. 2 hal.
Rompas.R.M, Sahala Hutabarat, Julia Robert Rompas. Pengantar Ilmu
Kelautan. 2008. Jakarta: Dewan Kelautan Indonesia.
No comments:
Post a Comment