PERHATIAN : diperbolehkan untuk meng-copy materi ini dengan syarat
hanya untuk akademis dan mencantumkan Nama Penulis dan alamat web halaman ini pada Daftar Pustaka Anda.
ASISTEN : RHIZA BERY PUTRIANI
Sistem Tubuh
Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi)
Oleh
Teguh Heriyanto
Ilmu Kelautan
LABORATORIUM BIOPER
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
KATA PENGANTAR
Berkat rahmat Allah swt, akhirnya laporan Praktikum Ikhtiologi ini dapat penulis selesaikan. Dalam laporan ini penulis membahas mengenai Sistem integument, Sistem otot, Sistem pernafasan, Sistem peredaran darah, Sistem pencernaan, Sistem syaraf dan Sistem reproduksi. Praktikum ini dilaksanakan sebagai upaya pembelajaran serta pelatihan bagi Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Sebagai manusia penyandang relativitas kebenaran, penulis sangat menyadari adanya kekurangan didalam pembuatan laporan ini. Atas segala kekurangan tersebut penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada asisten yang telah memberikan bimbingan didalam praktikum dan pembuatan laporan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru,29 Mei 2010
Teguh Heriyanto
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum .................................................................. 2
1.3 Manfaat Praktikum ............................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat................................................................ 6
3.2 Bahan dan Alat...................................................................... 6
3.3 Prosedur Praktikum............................................................... 6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil....................................................................................... 7
4.2 Pembahasan........................................................................... 13
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan............................................................................... 18
5.2 Saran......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Ikan jambal siam (Pangasius sutchi)…..……………………………. 7
Otot rangka lateral ikan jambal siam (Pangasius sutchi)................……………………........………………………….. 9
Septum horizontal ikan jambal siam (Pangasius sutchi)……………. 10
Insang ikan jambal siam (Pangasius sutchi)………………………… 10
Gelembung renang ikan jambal siam (Pangasius sutchi)……………………………...……….……………………….. 10
Jantung ikan jambal siam (Pangasius sutchi)...……………………… 10
Saluran pencernaan ikan jambal siam (Pangasius sutchi)…………………...……………..…………………………….. 11
Hati (Hepar) ikan jambal siam (Pangasius sutchi)…………………... 11
Testes Ikan Jmbal Siam (Pangasius sutchi)…………………………. 12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Alat…………………………………………………………………. 23
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudra pasifik dan samudra hindia dan mempunyai tatanan geografis yang rumit dilihat dari topografi dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia di berbagai tempat, terutama di kawasan barat, menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata dan hampir seragam, tetapi di tempat lain, terutama dikawasan timur, menunujukkan bentuk-bentuk yang lebih majemuk tidak teratur dan rumit (Feliatra et al, 2003).
Cephalaspidomorphi, Condrichthyes dan Osteichthyes dimasukkan ke dalam Pisces, merupakan kelompok hewan yang sangat besar dan banyak diminati orang, sehingga kelompok hewan ini mendapat perhatian sebagai bidang ilmu khusus yakni iktiologi. (Romimohtarto, 2005).
Ikan adalah binatang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah dingin (poikilothermal), hidup dalam air, gerakan dan keseimbangan badannya terutama menggunakan sirip, dan umumnya bernapas dengan insang. Sebagian besar ikan hidup di perairan laut sedangkan sebagiannya di perairan darat (Tim Iktiologi, 2001).
Sedangkan menurut Rahardjo (2000), ikan adalah makhluk vertebrata yang berdarah dingin, bernapas dengan insang dan bergerak dengan sirip, yang hidup di perairan. Setiap spesies ikan memiliki bentuk tubuh dan bagian luar tubuh yang berbeda-beda sehingga ikan dapat digolongkan dalam beberapa bagian. Namun pada umunya ikan mempunyai pola dasar yang sama, yaitu “ kepala-badan-ekor”.
Bila ditinjau dari segi morfologinya dapat dibagi menjadi tujuh bagian yaitu bentuk tubuh, bentuk mulut, linea lateralis, sirip, sungut, sisik, dan ciri-ciri lainnya. Sedangkan bagian tubuh ikan dapat dibagi tiga yaitu bagian kepala, badan, dan ekor.
Ikan memiliki batas kehidupan / umur. Umur ikan adalah masa kehidupan yang ditempuh oleh suatu individu dari suatu spesies ikan sampai saat tertentu. Menurut Effendie (2001) bahwa penyebab umum kematian ikan antara lain karena pemangsaan, parasit dan penyakit, penangkapan dan pencemaran lingkungan
perairan.
1.2 Tujuan Pratikum
Tujuan dari praktikum system integument, system otot, system pernafasan, system peredaran darah, system pencernaan, system syaraf dan system reproduksi ini adalah untuk mengenal dan mengetahui bagian – bagian, fungsi system – system pada ikan yang menjadi objek praktikum.
1.3 Manfaat Praktikum
Sedangkan manfaat dari pratikum integument, system otot, system pernafasan, system peredaran darah, system pencernaan, system syaraf dan system reproduksi ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal dan memahami secara langsung tentang system – system pada ikan terutama ikan yang menjadi objek praktikum.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Secara teori para ahli memperkirakan sekitar 20.000 sampai 40.000 spesies ikan yang mendiami permukaan bumi ini (Pulungan, C.Efrizal, T dan Sagita, 2001).
Secara teori para ahli memperkirakan ada sekitar dua puluh ribu sampai dengan empat puluh ribu spesies yang mendiami permukaan bumi ini, dan empat ribu diantaranya menghuni perairan Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar. Jumlah spesies ikan yang tercatat di daerah Riau diperkirakan mencapai tiga ratus spesies ikan. Dari jumlah tersebut antara spesies yang satu dengan yang lainnya sudah tentu memiliki beberapa kesamaan dan identifikasi, yang pada dasarnya dapat dijadikan sebagai dasar pengklasifikasian (Manda et al, 2005).
Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki wilayah daratan 94.561 km2 dan 3.241 pulau-pulau yang memiliki empat satuan wilayah sungai yaitu sungai Rokan, Siak, Kampar dan sungai Indragiri yang merupakan perairan yang potensial untuk pembangunan usaha perikanan (Yuniarti, 2000).
Untuk propinsi Riau produksi perikanan umum adalah sebesar 12.706,6 ton atau 7% dari seluruh produksi prikanan Riau, dimana produksi perikanan tersebut berasal dari kabupaten indragiri hulu, Kampar, Bengkalis dan Indragiri hilir (EVY, MUJIANTI dan SUJONO, 2001).
Luas perairan umum Riau adalah 62.648,53 Ha, terdiri dari luas perairan umum Indragiri Hilir 2.600 Ha, luas perairan umum Indragiri hulu 33,164 Ha, luas perairan umum kuansing singingi 23.086 ha, luas perairan umum Pekanbaru 85 Ha, luas perairan umum Siak 764 Ha, luas perairan umum Bengkalis 70 Ha, dan luas perairan umum Kampar 2.795,99 Ha (DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001).
Ridwan, Chaidir, Budjiono dan lesje, (2006) mengatakan terminology yang menyangkut bidang (latar) dan arah pada anatomi manusia berbeda yang diterapkan pada ikan atau hewan.
Luas perairan umum Riau adalah 62.648,53 Ha, terdiri dari luas perairan umum Indragiri Hilir 2.600 Ha, luas perairan umum Indragiri hulu 33,164 Ha, luas perairan umum kuansing singingi 23.086 ha, luas perairan umum Pekanbaru 85 Ha, luas perairan umum Siak 764 Ha, luas perairan umum Bengkalis 70 Ha, dan luas perairan umum Kampar 2.795,99 Ha (DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001).
Ridwan, Chaidir, Budjiono dan lesje, (2006) mengatakan terminology yang menyangkut bidang (latar) dan arah pada anatomi manusia berbeda yang diterapkan pada ikan atau hewan.
Menurut Ridwan, Chaidir, Budjiono dan Lesje, (2006) sirip pada ikan terdiri dari sirip punggung(D), sirip dada(P), sirip perut(V), sirip anus(A), dan sirip ekor(C). sirip punggung yang terdapat pada ikan(Kelas Chondrichtyes) disokong oleh keping-keping tulang rawan yang dinamakan tulang basal yang terletak dibagian bawah tertumpu apda cucuk Neural. Dan rawan radial yang terletak di rawan basal menunjang jari-jari keras. Sirip dada chondrichtyes disokong oleh tulang gelang bahu(pectoral girdle) yang kuat dan dinamakan coracoscapula.
Manda et al (2005), Sirip pada ikan berperan dalam penentuan arah dan gerak ikan yang terdiri dari sirip punggung (D), sirip perut (V), sirip dada (P), sirip anus (A) dan sirip ekor (C). Tidak semua jenis ikan memiliki secara utuh kelima sirip tersebut secara sempurna.
Manda et al (2005), sirip pada ikan berperan sangat penting dalam penentuan gerak ikan. Sirip pada ikan terdiri dari sirip punggung (D), sirip dada (P), sirip perut (V), sirip anus (A), dan sirip ekor (C). kelima sirip tersebut ada yang bersifat ganda seperti pada sirip dada dan sirip perut, sedangkan yang lain bersifat tunggal. Tidak semua ikan di bumi ini memiliki secara utuh kelima sirip tersebut secara sempurna. Melainkan ada yang tidak lengkap.
Manda et al (2005), Sirip pada ikan berperan dalam penentuan arah dan gerak ikan yang terdiri dari sirip punggung (D), sirip perut (V), sirip dada (P), sirip anus (A) dan sirip ekor (C). Tidak semua jenis ikan memiliki secara utuh kelima sirip tersebut secara sempurna.
Manda et al (2005), sirip pada ikan berperan sangat penting dalam penentuan gerak ikan. Sirip pada ikan terdiri dari sirip punggung (D), sirip dada (P), sirip perut (V), sirip anus (A), dan sirip ekor (C). kelima sirip tersebut ada yang bersifat ganda seperti pada sirip dada dan sirip perut, sedangkan yang lain bersifat tunggal. Tidak semua ikan di bumi ini memiliki secara utuh kelima sirip tersebut secara sempurna. Melainkan ada yang tidak lengkap.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Iktiologi tentang system integument dan system otot ini dilaksanakan pada hari Rabu, 7 April – 12 Mei 2010 Pukul 11.00-13.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan jambal siam (Pangasius sutchi).
Alat yang digunakan pada praktikum adalah pena, pensil, penghapus, penggaris , serbet, buku gambar, nampan dan buku penuntun praktikum.
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum ini adalah menyiapkan peralatan praktikum dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum. Membuat klasifikasi dan habitat ikan. Membuat gambar ikan dan bagian tubuh ikan serta bagian morpometrik. Membuat ciri-ciri atau deskripsi dari ikan sampel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum system integument dan system otot ini dapat diketahui hasilnya adalah sebagai berikut:
4.1.1. Ikan jambal siam (Pangasius sutchi).
|
|
Adapun ukuran dari jambal siam yang dipraktikumkan adalah sebagai berikut:
TL : 230 mm BdH : 110 mm SL : 180 mm
FL : 200 mm HdL : 50 mm
Ikan jambal siam memiliki bentuk tubuh kepala depressed dan tubuh compressed, mulut subterminal (mulut dekat ujung hidung dan sedikit agak kebawah), terdapat sungut, lubang hidung dirhinous, mata terdapat di kiri dan di kanan, terdapat tutup insang, tidak bersisik,
Ikan jambal siam memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (pinnae dorsalis), sirip dada (pinnae pectoralis), sirip dubur (pinnae analis) dan sirip ekor (pinnae caudalis). Memiliki 1 sirip punggung, letak sirip punggung berada di pertengahan, permulaan dasar sirip punggung persis sama dengan sirip perut, sirip punggung dengan sirip ekor terpisah. Sirip dada horizontal, posisi sirip dada dibawah línea lateralis persis di bawah tutup insang. Posisi sirip perut dibandingkan sirip dada adalah Sub abdominal, yaitu sirip perut terletak di belakang sirip dada. Sirip anus terpisah dengan sirip ekor, sirip anus tidak diliputi sisik. Sirip ekor bercagak.
Bentuk mulut non proctactile (tidak dapat disembulkan ke depan), ukuran mulut sedang karena celah mulut lebih besar dari pada ikan bercelah mulut sempit, posisi mulut dengan bola mata tegak lurus dengan sisi depan bola mata, ukuran bibir tipis, bibir atas ditutupi oleh kulit lipatan hidung, rahang atas bersambung dengan rahang bawah, bentuk bibir atas tidak bergerigi, ukuran moncong pendek dengan bentuk tumpul dan pada ujungnya tidak terdapat duri, terdapat sepasang sungut di rahang atas.
Susunan línea lateralis lengkap dan sempurna, bentuk línea lateralis melengkung ke atas, terdapat 1 linea lateralis.
Integumen merupakan bagian terluar dari ikan sebagai sistem pembalut tubuh. Kulit ikan terdiri dari lapisan epidermis dan dermis. Ikan jambal siam tidak terdapat sisik (squama) yang membungkus tubuhnya. Sirip lengkap dan terdapat jari – jari sirip keras, jari- jari sirip lemah mengeras, dan jari – jari sirip lemah. Warna kulit paada bagian dorsal bewarna hitam, bagian medial bewarna abu – abu, dan bagian ventral bewarna putih dan terdapat sedikit titik – titik atau bercak warnna merah yang membedakan jambal siam dengan jenis dalam genus Pangasius.
Otot rangka lateral pada jambal siam tergolong picine yang tersusun dari cranial hingga caudal yang berbentuk conismusculi (kerucut).
|
Pada ikan, otot dibagi 2 daerah oleh adanya selaput tipis yang disebut septum horizontal, yaitu musculus epaxial (septum horizontal dibagian dorsal) dan musculus hepaxial (septum horizontal dibagian ventral).
|
\
Ikan jambal siam memiliki tergolong ikan yang memiliki tutup insang akan tetapi ikan ini tidak memiliki alat pernafasan tambahan.
Gelembung renanng pada ikan bewarna keputih – putihan. Bagian anterior gelembung renangnya lebih besar dari pada bagian posterior
|
Pada ikan jambal siam (Pangasius sutchi) jantung berada di bagian posterior insang. Warna jantung merah kecoklat – coklatan.
|
Saluran pencernaan ikan dimulai dari mulut → rongga mulut → pharynx → esophagus → lambung → usus → rectum → kloaka → anus. Pada Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi), tapis insang tidak begitu rapat tetapi jumlahnya banyak. Pada rongga mulut, gigi kecil dan halus. Lambung berbentuk kantung dan usus berukuran sedang. Dari ciri – ciri tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) tergolong ikan Omnivora.
|
Hati (Hepar) pada ikan jambal siam terletak di bagian depan rongga badan uang berfungsi sebagai pengsekresi cairan empedu
|
Ikan yang telah dewasa dari suatu populasi terdiri dari ikan jantan dan ikan betina. Alat kelamin yang terdapat pada individu ikan disebut gonad. Gonat pada ikan jantan disebut testes dan gonad pada ikan betina disebut ovary. Gonad pada ikan terdapat pada rongga tubuh ikan yang umumnya berbentuk memanjang. Pada ikan yang menjadi objek praktikum pada bab system reproduksi ini merupakan ikan patin jantan karena pada proses pembedahan ikan tersebut gonad berbentuk memanjang, jumlahnya sepasang yang mennggantung disepanjang mesenteries (mesorchia) pada bagian atas rongga tubuh dan posisinya persis dibawah tulang punggung disamping gelembung udara yang memiliki warna kemerah – merahan. Ada pun gambar dari testes ikan tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 9. Testes Ikan Jmbal Siam (Pangasius sutchi).
4.2 Pembahasan
Jambal siam (patin) terklasifikasikan dalam ordo Ostariophyri, sub ordo Siluroide, famili Pangasidae, genus Pangasius, spesies Pangsius sutchi. (Saanin, 1984). Ikan Jambal siam termasuk ke dalam genus Pangasius dan famili Pangasidae (Robert and Vidthayanon, 1991). Morfologi ikan Jambal siam mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal,dan dilengkapi dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dengan garis hitam ditengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm. (Sumantadinata, 1993).
Selanjutnya Khairuman dan Sudenda (2002) menyatakan genus Pangasius termasuk golongan ikan karnivora(pemakan hewan).Ikan ini digolongkan sebagai sebagai ikan dasar atau demersal yang bersifat nocturnal.Makanan ikan genus pangasius di alam antara lain berupa ikan-ikan kecil ,caving detritus,serangga,udang-udangan dan mollusca.
Kottellate et el (1993) mengemukakan bahwa penyebaran ikan genus Pangasius dimulai dari India , Birma,Thailand, Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Jambal siam hidup sebagai benthoplagis; postamodromous (Riedie, K. 2004), perairan tawar pada pH berkisar antara 6,5 – 7,5; dan dH antara 2 – 29.
Kepala Jambal Siam biasanya lebar dengan mulut terletak di ujung dan mata agak di bawah sudut mulut(Subagyo,1981).Sirip punggung terletak agak ke depan,antara sirip punggung dan sirip ekor terdapat sirip tambahan yaitu sirip lemak.Panjang sirip dubur biasanya sepertiga dari panjang tubuh ,berwarna merah dengan sirip tengah berwarna merah dengan sirip tengan yang berwana hitamdan mempunyai jari-jari yang berkisar antara 34-36 buah.Jari-jari sirip perutnya 8-9 buah.
Patin Siam melewati enam fase kehidupan, yaitu telur, larva, benih, konsumsi, calon induk, dan induk. Patin Siam didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972. Kehadiran ikan ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di Sumatra dan Kalimantan. Penelitian mengenai perkembangbiakan Patin Siam telah dimulai sejak tahun 1976 dan pada tanggal 16 Oktober 1977 mulai dilakukan pembiakan dengan teknik hipofisasi dengan donor kelenjar hipofisa dari ikan sejenis (LING et al., 1966 ; HARDJAMULIA, et al., 1975).
Patin Siam melewati enam fase kehidupan, yaitu telur, larva, benih, konsumsi, calon induk, dan induk. Patin Siam didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972. Kehadiran ikan ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang tinggal di Sumatra dan Kalimantan. Penelitian mengenai perkembangbiakan Patin Siam telah dimulai sejak tahun 1976 dan pada tanggal 16 Oktober 1977 mulai dilakukan pembiakan dengan teknik hipofisasi dengan donor kelenjar hipofisa dari ikan sejenis (LING et al., 1966 ; HARDJAMULIA, et al., 1975).
Kematangan gonad induk jantan dan betina berbeda. Kematangan induk jantan terjadi lebih dini dari pada induk betina. Induk jantan mencapai kematangan gonadnya sekitar umur dua sampai tiga tahun, sedangkan induk betina pada umur tiga sampai empat tahun (BUCHANAN, 1983). Induk betina yang matang gonad ditandai dengan membesarnya bagian lateral atau perut dekat urogenital. Pada umumnya induk betina tersebut mempunyai berat tubuh bervariasi dari 2.669 gram sampai 6.100 gram dengan panjang tubuh lebih kurang 59 cm. Induk jantan yang matang ditandai dengan keluarnya sperma berwarna putih susu jika perutnya dipijit (SAR, 1985).
Musim pemijahan ikan patin berbeda-beda di setiap daerah, dimana daerah yang memiliki curah hujan tinggi dapat memijah selama enam bulan penuh, yaitu Nopember sampai April. Sedangkan daerah yang bercurah hujan rendah ikan patin memijah selama tiga bulan, yaitu Januari sampai Maret NUGRAHA, 2007). Ikan patin sulit memijah secara alami dan mempunyai sifat musiman. Ikan ini tidak sanggup melakukan ovolasi karena perkembangan gonad pada fase istirahat. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan yang berbeda dengan sungai sebagai habitat alaminya (SUSANTO, 1996).
Setelah induk jantan dan betina mengalami kematangan gonad, maka induk-induk tersebut akan berimigrasi mengikuti alioran sungai untuk melakukan perkawinan di hulu-hulu sungai atau di sungai-sungai besar dan mencari tempat untuk bersarang yang teduh dan aman, yaitu kira-kira 20 – 30 cm di bawah permukaan air. Biasanya musim pemijahan ikan ini di alam terjadi selama musim penghujan (BARDACH, et al., 1972 ; DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN, 1977 ; LAGLER et al., 1977 ; HARDJAMULIA, et al., 1981 ; SUYANTO, 1982 ; BUCHANAN, 1983)
Pembuahan berlangsung secara ekternal, sangat cepat dan terjadi di bawah permukaan air dengan suhu 28 – 29 O C (VARIKUL dan BOONSOM, 1966). Seekor induk betina akan menghasilkan telur dengan jumlah yang bervariasi tergantung dari ukuran tubuhnya, secara alami menghasilkan telur berjumlah kurang lebih 500.000 butir dan secara pembuahan buatan berjumlah 1 – 1,5 juta juta butir (SUYANTO, 1982 ; BUCHANAN, 1983 ; SAR, 1985)
Telur berbentuk sferikal kecil dan berdiameter 1,15 – 1,25 mm. Telur muda berwarna putih sedang telur matang berwarna kuning. Telur akan menjadi adhesif setelah mengalami kontak dengan air di sekelilingnya (VARIKUL dan BOONSOM, 1966 ; LAGLER et al., 1977 ; HARDJAMULIA, et al., 1986. Inkubasi berlangsung selama 12 – 24 jam, setelah 23 jam terjadi pembuahan. Pada saat itu, telur mengalami fase-fase pembelahan dan berkembang di dalam air dengan suhu 28 – 29 O C (VARIKUL dan BOONSOM, 1966, atau 28 – 32 O C (SUMANTADINATA, 1981).
Larva Jambal Siam yang baru menetas transparan, tidak berfigmen dan alat renangnya belum sempurna, mempunyai ukuran kurang lebih tiga milimeter (LING et al., 1966 ; VARIKUL dan BOONSOM, 1966). Larva mengalami dua fase, yaitu fase prelarva dan postlarva. Fase prelarva mempunyai bentu silindris dan simetris bilateral dengan kandungan telur pada bagian antarior tubuh. Sirip dada dan sirip ekor sudah terbentu, tetapi belum sempurna. Pada fase postlarva, kantung kuning telur menghilang dan figmen tubuh mulai terbentuk, lipatan sirip dorsal (sirip punggung), sirip perut dan sirip dubur juga mulai terbentuk (LAGLER et al., 1977). Larva menyukai cahaya yang lembut (LING et al., 1966).
Larva yang baru menetas tersebut masih mengadung kuning telur, sehingga tidak memerlukan pakan dari luar (JANGKARU, 1974 ; LAGLER et al., 1977). Kuning telur tersebut hampir habis terserap pada saat larva berumur tiga hari, pada saat itu larva mulai memerlukan pakan yang berasal dari luar (VARIKUL dan BOONSOM, 1966 ; PUTAROS dan SITASIT, 1976 ; BUCHANAN, 1983). Pada fase ini derajat kelangsung hidup larva hanya lima persen. Fase ini paling kritis, karena terjadi proses pembentukan saluran pencernaan dan perubahan pakan dari pakan asal kuning telur kepada pakan dari luar. Larva tersebut tidak aktif mencari pakan, tetapi bergerak aktif dengan mulut terbuka dan jika menyentuh larva atau jenis pakan lainnya, maka mulut larva segera menutup dan pakan tersebut ditelan sedikit demi sedikit. Pada fase ini seringkali terjadi kanibalisme (JANGKARU, 1974 ; LAGLER et al., 1977).
Kanibalisme ini bisa berlangsung terus bila jumlah pakan tidak mencukupi dan larva dalam keadaan sangat lapar. Tetapi setelah larva melewati umur 15 hari biasanya tidak dijumpai lagi tingkat kematian yang tinggi (HARDJAMULIA et al., 1981 ; SAR, 1985). HARDJAMULIA et al. (1975) juga berpendapat bahwa kendala yang dihadapi dalam pemeliharaan ikan jambal siam adalah pada fase post larva yang seringkali menunjukan hampi seluruh larva mati.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa secara umum ikan memiliki system integument, system otot, system pernafasan, system peredaran darah, system pencernaan, system syaraf dan system reproduksi yang khas walaupun ikan tersebut dalam satu genus.
5.2. Saran
Dari pelaksaan pratikum, diharapkan agar para asisten dapat mendampingi para praktikan selama praktikum sehingga apabila terdapat kekeliruan dapat segera diperbaiki. Juga agar dapat memperlancar praktikum ini diharapkan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Dan juga diharapkan agar para praktikan dapat mematuhi segala peraturan dan tata tertib selama di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
DINAS PERIKANAN dan KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau. 45 hal (tidak diterbitkan).
Effendie, M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
EVY,R., ENDANG MUJIANI dan K. SUJONO.2001. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 96 hal.
Feliatra, Arthur Brown, Syafril Nurdin, Kusai, Putu Sedana, Sukendi, Suparmi,Elberizon. 2003. Pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan II.Faperikan Press Universitas Riau. Pekanbaru.180 hal.
Kottelat, M. dan E. Widjanarti. 2005. The fishes of Danau Sentarum National Park and the KapuasLakes area, Kalimantan Barat, Indonesia, Raffles Bull. Zool. Supplement (13) : 139 – 173.
Manda, R., I. Lukystiowati, C. Pulungan dan Budijono. 2005. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.
PULUNGAN, C. P. 2000. Deskripsi ikan-ikan air tawar dari Waduk PLTA Koto Panjang. Riau. Puasat Universitas Riau. Pekanbaru 34 hal. (tidak diterbitkan).
RAHARDJO, S. 1980. Oseanografi Perikanan I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 141 hal.
Riedie, K. 2004. Global register of migratory species-from global to regional scale. Final Report of the R&D-Projekt 808 05 081. Federal Agency for Nature Conservation, Bonn, Germany. 329 p.
Roberts, T. R. (1989). The Fresh water Fishes of western Borneo (Kalimantan barat, Indonesia). Calif. Acad. Sci. Mem. 14:1-210
Romimohtarto, K. 2005. Ilmu Pengetahuan Biota Laut. Djambatan. Jakarta. 540 hal.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.
SUMANTADINATA, K. 1983 Pengembangbiakan ikan-ikan pemeliharaan di indonesia.
Susanto, H. 1996. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 73 hal.
Vidthayanon, C. 2002. Peat swamp fishes of Thailand. Office of Environmental Policy and Planning, Bangkok, Thailand, 136 p.
YUNIARTI. 2000. inventarisasi dan identifikasi ikan Channidae yang terdapat di Sungai Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek lapang. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. 32 hal (tidak diterbitkan).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat- Alat Yang Digunakan
Nampan Serbet
Pena Pensil
Penghapus Penggaris