PERHATIAN : diperbolehkan untuk meng-copy materi ini dengan syarat
hanya untuk akademis dan mencantumkan Nama Penulis dan alamat web halaman ini pada daftar
pustaka anda.
Laporan Individu Praktikum Ekotoksikologi
Kandungan Logam Berat (Pb dan Cu), Nitrat dan Fosfat di Perairan Laut Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai Provinsi Riau
Oleh
Teguh Heriyanto
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ekotoksikologi. Serta Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah megajarkan kita agar selalu menuntut ilmu sampai akhir hayat nanti.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Penanggung Jawab yakni Bapak Prof. Dr. Yusni Ikhwan S., M.Sc. yang telah memberikan arahan, masukan serta pencerahan kepada penulis dalam pembuatan laporan praktikum ini dan juga ucapan terima kasih kepada Kak Sefni Hendris, S.Si yang telah banyak membantu, terutama dalam melakukan praktikum.
Sebagai manusia penyandang relativitas kebenaran, penulis sangat menyadari adanya kekurangan didalam pembuatan laporan ini. Atas segala kekurangan tersebut penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pekanbaru, 6 Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... v
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dumai merupakan salah satu kota terbesar di Provinsi Riau yang letak geografisnya berada di wilayah pesisir laut bagian timur pulau Sumatera. Keadaan demikian membuat Dumai memiliki pelabuhan yang sering dilalui oleh kapal-kapal kegiatan industri, kapal pembawa barang, kapal pembawa minyak, kapal milik masyarakat dan lain – lain. Selain itu, banyak berdiri perusahaan-perusahaan di wilayah pesisir yang pembangunannya memakan lahan-lahan hutan mangrove dan juga mensuplay limbah pencemar ke dalam perairan, baik limbah organik maupun limbah anorganik yang mengandung logam berat.
Pencemaran yang terjadi di suatu kawasan perairan baik yang bersumber dari bahan organik maupun anorganik dalam halini logam berat akan dapat berdampak buruk bagi kehhidupan organisme yang hidup didalamnya. Pencemaran oleh bahan oganik dapat menyebabkan turunnya kualitas perarian dan dalam jumlah besar dapat memicu pertumbuhan fitoplankton atau alga yang bersifat toksik.
Pencemaran laut oleh logam berat menyebabkan efek yang merugikan karena dapat merusak sumberdaya hayati, membahayakan kesehatan manusia, menghalangi aktivitas perikanan di laut, menurunkan mutu air laut yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di laut disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing yang mengandung logam berat terlarut sebagai perbuatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu praktikum ini perlu dilakukan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung kosentrasi logam berat Pb (Timbal) dan Cu (Tembaga) pada sedimen dan kosentrasi fosfat dan nitrat di perairan laut Purnama, Dumai. Selain itu juga menganalisis kandungan logam berat, nitrat dan fosfat untuk mengetahui seberapa buruk efek buruk atau sifat toksik yang dapat ditimbulkan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah dapat menjadi ajang latihan bagi mahasiswa untuk mengukur kosentrasi logam berat Pb (Timbal) dan Cu (Tembaga) pada sedimen dan nitrat dan fosfat di suatu perairan. Selain itu diharapkan hasil daripraktikum ini dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi pembaca.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timbal (Pb)
Timbal dalam keseharian biasanya dikenal dengan nama Timah Hitam, bahasa ilmiahnya adalah Plumbum. Timbal (Pb) termasuk ke dalam golongan IV A sistem periodik dengan nomor atom 82 dan berat atom 207,2. Timbal dan persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara ilmiah dan sebagai dampak dari aktivitas manuisa. Secara alami Pb dapat masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara, dengan bantuan air hujan dari korofikasi batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin (Darmono, 2001).
Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik, misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal (Pb) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus angin, dan curah hujan. Timbal (Pb) tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel. Karena timbal (Pb) adalah sebuah unsur, maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak dapat dihancurkan (Tyas, 1998).
Konsentrasi timbal (Pb) di lingkungan, tergantung pada tingkat aktivitas manusia, misalnya di daerah industri, di jalan raya, dan tempat pembuangan sampah. Karena timbal (Pb) banyak ditemukan diberbagai lingkungan, maka timbal (Pb) dapat memasuki tubuh melalui udara, air minum, makanan yang dimakan, dan tanah pertanian. Penggunaan timbal terbesar adalah dalam produksi baterai, logam logam amunisi, pelapis kabel, pipa, solder, bahan-bahan pemanas dan lain-lainnya (Palar, 1994).
2.2. Tembaga (Cu)
Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi meskipun beracun tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait ( Palar, 1994 ). Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia.
Secara alamiah Cu masuk kedalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari aktifitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal beserta kegiatan dipelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan. ( Palar, 1994 ). Connel dan Miller ( 1995 ) menyatakan bahwa Cu merupakan logam essensial yang jika berada dalam kosentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan organisme sedangkan dalam konsetrasi yang tinggi dapat menjadi penghambat.
Selanjutnya oleh Palar ( 1994 ) dinyatakan bahwa biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan sebagai tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan kematian bagi fitoplankton. Dalam tenggang waktu 96 jam biota yang tergolong dalam Mollusca akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan air berada pada kisaran 0,16 sampai 0,5 ppm.
2.3. Nitrat
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion nitrat (ion-NO)3, kalium nitrat (KNO3), dan nitrogen nitrat (NO3-N). Ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stoltenow dan Lardy 1998; Cassel dan Barao 2000).
Pada kondisi yang normal, baik nitrat maupun nitrit adalah komponen yang stabil, tetapi dalamsuhu yang tinggi akan tidak stabildan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan itrit maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentukgas beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Bersifat higroskopis (Parrot, 2002; Ompusunggu, 2009)
Apabila kandungan bakteri pengikat N dalam tanah tinggi maka kandungan nitrat akan makin meningkat pula. Sumber air yang sering tercemar nitrat adalah sumber air yang tidak terpelihara (tidak pernah digunakan) dengan kedalaman yang cukup dangkal, air danau, serta sumber air yang berdekatan dengan lahan pertanian yang dipupuk N dengan takaran tinggi (Stoltenow dan Lardy, 1998; Cassel dan Barao, 2000).
2.4. Fosfat
Fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Fosfat umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer H2PO4- atau ortofosfat sekunder HPO42- sedangkan PO43- lebih sulit diserap oleh tanaman. Bentuk yang paling dominan dari ketiga fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada pH tanah (Engelstad, 1997). Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan pada pH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap oleh tanaman (Hanafiah, 2005).
Sumber fosfat yang dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu batu kapur fosfat, sisa-sisa tanaman dan bahan organik lainnya. Perubahan fosfor organik menjadi fosfor anorganik dilakukan oleh mikroorganisme. Selain itu, penyerapan fosfor juga dilakukan oleh liat dan silikat (Isnaini, 2006). Fosfat anorganik maupun organik terdapat dalam tanah. Bentuk anorganiknya adalah senyawa Ca, Fe, Al, dan F. Fosfor organik mengandung senyawa yang berasal dari tanaman dan mikroorganisme dan tersusun dari asam nukleat, fosfolipid, dan fitin (Rao, 1994).
Bentuk fosfor anorganik tanah lebih sedikit dan sukar larut. Walaupun terdapat CO2 didalam tanah tetapi menetralisasi fosfat tetap sukar, sehingga dengan demikian P yang tersedia dalam tanah relatif rendah. Fosfor tersedia didalam tanah dapat diartikan sebagai P- tanah yang dapat diekstraksikan atau larut dalam air dan asam sitrat. P- organik dengan proses dekomposisi akan menjadi bentuk anorganik.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum terpadu tentang pencemaran laut ini dilakukan pada hahri Sabtu, 26 November 2011 dan analisi sampel dilakukan pada Selasa, 6 Desember 2011. Sedangkan pangambilan sampel bertempat di 3 stasiun yakni di Muara Sungai Mesjid, di sekitar Tempat Pelelangan Ikan dan Pelabuhan Dumai di Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai Provinsi Riau dan analisis sampel dilakukan di laboratorium terpadu Ilmu Kelautan. Untuk lebih jelas tentang posisi stasiun dan posisi pengamatan lihat tabel 1.
Sampling Point
|
Stasiun
|
LU
|
BT
|
Keterangan
|
Sungai Mesjid
|
ST I
|
01⁰43'298"
|
101°23’29,5’’
| |
ST II
|
01⁰43'290"
|
101°23’29,5’’
| ||
ST III
|
01⁰43’49’’
|
101°23’51,0’’
| ||
ST IV
|
01⁰4'06,5"
|
101°23’56,4’’
| ||
TPI Purnama
|
TPI I
|
01⁰41'51,0"
|
101°24’57,9’’
| |
TPI II
|
01⁰41'29,8"
|
101°24’58,0’’
| ||
TPI III
|
01⁰42'24,4"
|
101°24’43,4’’
| ||
TPI IV
|
01⁰42'42,8
|
101°24’31,8’’
| ||
Pelabuhan Dumai
(Pelindo)
|
CG IV
|
01⁰41'33,6"
|
101°27’22,3’’
| |
CG III
|
01⁰41'32,0
|
101°27’09,5’’
| ||
CG II
|
01⁰41'22,8"
|
101°27’10,2’’
|
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalahuntuk analisis logam berat: larutan HNO3, HClO4, akuades, larutan H2SO4, larutan HCl, larutan standar Pb & Cu, gas acetylene dan larutan blanko. Dan untuk analisis nitrat dan fosfat : erlenmeyer, beaker glass, pipet tetes, gelas ukur, tabung reaksi, rak tabung dan buret.
Sedangkan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah untuk analisis logam berat : kantong plastik, timbangan, ice box, aluminium foil, grab, oven, mortar, kertas saring, beaker glass, hote plate, erlenmeyer dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Untuk analisis nitrat : kolom Cd, Larutan EDTA, Larutan Asam Sulfanilamid, Larutan N-Naptil dan untuk analisis fosfat : Larutan amonium Molibdat dan larutan SnCl2.
3.3. Metode Praktikum
Metode yang dilakukan pada praktikum ini adalah metode survey. Penentuan lokasi sampling dilakukan secara purposive, dengan menentukan 3 stasiun yang dianggap dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keberadaan logam berat di perairan. Untuk analisis nitrat dan fosfat hanya diambil pada salah satu stasiun saja.
3.4. Prosedur Praktikum
3.4.1. Penentuan Lokasi Praktikum
Lokasi praktikum ditentukan berdasarkan metode puposive dimana lokasi sudah ditentukan. Pengambilan data di lakukan di 3 stasiun, dimana stasiun 1 berada di sekitar Sungai Mesjid, di daerah tersebut memiliki mangrove yang masih asri. Stasiun 2 merupakan daerah Pendaratan Ikan, oleh sebab itu daerah tersebut cukup ramai. Stasiun 3 merupakan Pelabuhan Dumai , dimana lokasi ini padat akan aktivitas perkapalan terutama kapal kargo. Masing – masing stasiun terdiri dari 4 titik pengamatan kecuali stasiun 3 yang hanya memiliki 3 titik pengamatan. Keadaan cuaca pada pengambilan sampel sangat cerah dengan kecepatan angin 8,75 cm/s suhu udara 24,66oC yang dilakukan dengan cara mengarahkan Skywatch kearah datangnya angin.
3.4.2. Pengambilan dan Penanganan Sampel
Sampel air air diambil sebanyak 250 ml dan diamsukkan ke dalam botol gelap, selanjutnya diberi pengawet dan dimasukkan ke dalam ice box. Sampel sedimen diambil dengan menggunakan grab sebanyak 500 gram berat basah dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label berdasarkan titik samplingnya. Sampel dimasukkan ke dalam ice box dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Sampel sedimen seberat 500 gram kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100o C sampai dicapai berat konstan (Yap et al., 2002, Mucha et al., 2003).
3.4.3. Analisis Kadar Logam Berat Pb dan Cu
Analisis sampel ditentukan dengan menggunakan metode yang digunakan oleh Ismail dan Ramli, (1997); Yap et al., (2002). Sedimen didestruksi sebanyak 0,5 gram dalam kombinasi larutan HNO3 dan HClO4 dengan perbandingan 4 : 1 pada suhu dinaikkan menjadi 140 o C selama 3 jam hingga hampir kering. Setelah sampel sedimen terdestruksi secara sempurna, larutan tersebut didinginkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 40 ml dan disaring dengan kertas saring 63 mikron yang bertujuan untuk menghindari penyumbatan pipa kapiler pada saat analisis sampel dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan kemudian disimpan dalam botol sampel. Selanjutnya larutan tersebut siap untuk dianalisis kandungan logam beratnya dengan menggunakan alat AAS.
3.4.4. Pembuatan Larutan Standar
Untuk mengetahui kadar logam berat dalam contoh yang akan dianalisis digunakan kurva standar yaitu kurva yang menggambarkan hubungan antara kandungan dan nilai absorbansinya. Kurva standar dibuat berdasarkan nilai absorbansinya dari larutan standar yang dibuat dan telah diketahui kandungannya. Kurva standar dibuat dari larutan yang mengandung Pb dan Cu, dengan kandungan 1000 ppm. Larutan Pb didapat dari PbNO3 dan larutan Cu didapat dari CuSO4, larutan PbNO3 ini kemudian diencerkan menjadi kandungan 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm dan 10 ppm. CuSO4 diencerkan menjadi 0,25 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm dan 4 ppm. Kurva yang diperoleh dari kadar nyata dengan nilai absorbannya dari larutan standar yang ditunjukkan oleh AAS membentuk garis linier.
3.4.5. Perhitungan Logam Berat pada Sedimen
Perhitungan kosentrasi logam berat pada sampel sedimen menurut Yap et al., (2002) dilakukan menurut rumus sebagai berikut :
Keterangan :
C : Kosentrasi yang sebenarnya dari sampel (µg/g)
A : Nilai Kosentrasi berdasarkan absorbansinya (µg/ml)
V : Volume sampel (ml)
G : Berat sampel (gr)
3.4.6. Penghitungan Kosentrasi Nitrat
15 ml air sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 4 tetes larutan EDTA. Kemudian disaring dengan kolom Cd dan ditambah 0,5 ml asam sulfanilat dan ditambah 0,5 ml n-naptil. Setelah itu amati perubahan warna dari bening ke pink. Selanjutnya diukur dengan spektofotometer dengansampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 4 tetes larutan EDTA. Kemudian disaring dengan kolom Cd dan ditambah 0,5 ml asam sulfanilat dan ditambah 0,5 ml n-naptil. Setelah itu amati perubahan warna dari bening ke pink. Selanjutnya diukur dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 543 nm dan catat absorbanyang terbaca.untuk perhitungan kosentrasi nitrat, dilakukan dengankurva standar dari persamaan regresi sebagai berikut ;
Y = bx + a
Y = 0,480x + 0,004
Keterangan : Y (absorban) = Absorban terbaca
X(kosentrasi) = Kosentrasi (mg/l)
3.4.7. Penghitungan kosentrasi fosfat
12 ml air sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disaring dengan kertas saring. kemudian ditambah 0,5 (10 tetes) amonium molibdat dan ditambah 3 tetes SnCl2. Setelah itu amati perubahan warna dari bening ke biru. Selanjutnya diukur dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 543 nm dan catat absorbanyang terbaca.untuk perhitungan kosentrasi fosfat, dilakukan dengankurva standar dari persamaan regresi sebagai berikut ;
Y = bx + a
Y = 0,452x + 0,005
Keterangan : Y (absorban) = Absorban terbaca
X (kosentrasi) = Kosentrasi (mg/l)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
logam Pb
|
A (µg/ml)
|
V (ml)
|
G (gr)
|
C (µg/g)
|
Sei. Mesjid
|
0,384
|
100
|
50
|
0,768
|
TPI
|
0,096
|
100
|
50
|
0,192
|
Pelindo
|
1,018
|
100
|
50
|
2,036
|
logam Cu
|
A (µg/ml)
|
V (ml)
|
G (gr)
|
C (µg/g)
|
Sei. Mesjid
|
0,068
|
100
|
50
|
0,136
|
TPI
|
0,063
|
100
|
50
|
0,126
|
Pelindo
|
0,063
|
100
|
50
|
0,126
|
Nitrat
Y (absorban) = 0,209
X(kosentrasi) = 0,44
Y = bx + a
Y = 0,480x + 0,004
0,209 = 0,480x + 0,004
0,480x = 0,209 – 0,004
0,480x = 0,205
X = 0,205/0,480
X= 0,43 mg/l
Fosfat
Y (absorban) = 0,031
X(kosentrasi) = 0,07
Y = bx + a
Y = 0,452x + 0,005
0,031 = 0,452x + 0,005
0,452x = 0,031 – 0,005
0,452x = 0,026
X = 0,026/0,452
X= 0,06 mg/l
4.2. Pembahasan
Kandungan logam berat di perairan laut Purnama Pb berkisar antara 0,192 - 2,036 µg/l. Kosentrasi logam berat Pb yang tertinggi berada pada di perairan sekitar Pelindo. Hal ini disebabkan karena titik stasiun ini memiliki aktivitas tansportasi jalur laut yang cukup ramai yang membawa barang – barang domestik dan barang – barang impor dari luar negeri sehingga mengakibatkan masukan Pb ke perairan semakin besar.
Penyebab lain tingginya kandungan logam Pb di stasiun ini yaitu karena tipe dari sedimen pada stasiun ini terdiri dari lumpur. Hal ini sesuai dengan Korzeniwski dan Newgebauer (1991) menyatakan bahwa tipe sedimen dapat mempengaruhi kandungan logam berat, sesuai kisaran yang dibuatnya yaitu kandungan logam berat dalam sedimen berlumpur > lumpur berpasir > berpasir. Sedangkan kosentrasi terendah terdapat pada stasiun II yaitu TPI. Hal ini disebabkan karena aktivitas perkapalan di TPI tidak seramai aktivitas perkapalan di Pelindo. Menurut Razak (1987) menyatakan bahwa logam Pb dapat masuk ke suatu perairan melalui pengendapan, jatuhnya debu yang mengandung Pb (hasil pembakaran bensin yang mengandung Tetra Etil Lead), erosi dan limbah Industri.
Sedimen merupakan substrat tinggalnya hewan-hewan benthos seperti siput-siputan, kerang-kerangan dan lain-lain. Hewan-hewan filter feeder meyaring makanan yang terlarut dan terbawa oleh air. Logam berat yang terkandung di dalam sedimen itupun juga akan masuk ke dalam tubuh hewan-hewan tersebut dan terakumulasi.
Kusnoputranto (1996) menyatakan bahwa hewan yang mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan toksik setiap hari, semakin lama konsentrasi bahan toksik dalam tubuhnya semakin tinggi, kemungkinan melampaui konsentrasi bahan toksik yang ada pada makanan. Berdasarkan hal tersebut dapat difahami jika faktor umur merupakan penentu kuantitas akumulasi bahan toksik, akumulasi bahan toksik akan selalu bertambah sejalan dengan bertambahnya waktu.
Lemak biasanya merupakan lokasi akumulasi bahan toksik yang masuk tubuh hewan. Prosentase lemak tubuh menjadi pertimbangan adanya hubungan kandungan timbal (Pb) pada urin sapi potong. Semakin banyak jumlah lemak dalam tubuh, semakin banyak bahan toksik yang terakumulasi, semakin banyak pula bahan toksik yang diekskresikan (Darmono, 2001).
Kandungan logam Cu berkisar antara 0,126 - 0,136 µg/g. Kandungan logam Cu paling tinggi berada pada stasiun I yakni Muara Sungai Mesjid. Hal ini disebabkan karena limbah dari kegiatan antropogenik yang berasal dari daerah pemukiman tersebut terbawa oleh aliran sungai hingga bermuara ke laut. Palar menyatakan bahwa masuknya logam Cu ke perairan dapat berasal dari aktivitas manusia seperti buangan industri dan buangan limbah rumah tangga.
Bahan pencemar baik organik maupun anorganik (logam berat) pada sedimen pada suatu waktu dapat naik ke perairan bagian atas. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya arus, upwelling, downwelling, guncangan oleh gempa bumi dan faktor-faktor yang dipengaruh oleh proses-prose fisika lainnya di dalam perairan laut tersebut. ketika kosentrasi Cu yang tinggi tersebut naik ke lapisan atas pada perairan maka akan berdampak pada kehidupan organisme di dalamnya.
Cu termasuk kedalam kelompok logam esensial, di mana dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai Koenzim dalam proses metabolisme tubuh, sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan di mana ia hidup. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 0,01 ppm dapat mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Jenis-jenis yang termasuk dalam keluarga Crustasea akan mengalami kematian dalam tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran 0.17-100 ppm. Dalam tenggang waktu yang sama, biota yang tergolong ke dalam keluarga moluska akan mengalami kematian bila kadar Cu yang terlarut dalam badan perairan di mana biota tersebut hidup berkisar antara 0.16-0.5 ppm, dan kadar Cu sebesar 2.5-3.0 ppm dalam badan perairan telah dapat membunuh ikan-ikan (Bryan, 1976).
Kesuburan perairan biasanya ditentukan oleh tingginya kandungan zat hara antara lain fosfat dan nitrat. c Kadar nitrat yang diperbolehkan adalah 0,008 mg/l, sedangkan nitrat terlarut di perairan laut purnama adalah 0,43 yang berarti jauh berada dari ambang batas yang diperbolehkan. Hal ini dapat mempengaruhi kehidupan biota-biota yang hidup di dalam perairan tersebut karena kadar nitrat yang tinggi diperairan dapat menyebabkan keracuanan bagi biota yang hidup di dalamnya dan juga dapat menyebabkan kematian masal. Selain itu kosentrasi nitrat yang tinggi juga dapat memicu terjadinya blooming oleh fitoplankton beracun
Sumber pencernaan nitrat dalam air umumnya berasal dari limbah industri, septic tanks, limbah hewan (misalnya burung dan ikan), dan limbah dari angkutan air (perahu, kapal dan lain-lain). Setelah itu limbah dari lahan-lahan pertanian akibat pemupukan, pengguanaan pestisida dan lain-lain memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap polusi nitrat di dalam air permukaan (surface water) dan air bawah tanah (groundwater) (Steenvoorden, 1989 ; Ompusunggu, 2009).
Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, bau busuk, rasa tidak enak. Nitrat adalah ancaman bagi kesehatan manusia terutama untuk bayi, menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai methemoglobinemia, yang juga disebut "sindrom bayi biru". Air tanah yang digunakan untuk membuat susu bayi yang mengandung nitrat, saat nitrat masuk kedalam tubuh bayi nitrat dikonversikan dalam usus menjadi nitrit, yang kemudian berikatan dengan hemoglobin dan membentuk methemoglobin, sehingga mengurangi daya angkut oksigen oleh darah (Tresna, 2000).
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut, kosentrasi fosfat yang diperbolehkan disuatu perairan untuk biota laut adalah 0,015. Sedangkan kadar fosfat yang terdapat di perairan laut purnama adalah 0,06 mg/l. Kosentrasi tersebut jauh melebihi kosentrasi yang diperbolehkan disuatu perairan untuk fosfat. Hal ini dapat disebabkan karena limbah kegiatan antropogenik syang berasal dari daratan seperti pupuk, pestisida dan lain-lain masuk ke sungai dan dibawa oleh aliran sungai hingga bermuara ke laut. Dengan demikian kadar fosfat di perairan laut purnama dapat memicu terjadinya blooming fitoplankton yang diiringi dengan muncul jenis-jenis fitoplankton beracun.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kosentrasi logam berat Pb yang terttinggi terdapat pada stasiun III yakni di perairan sekitar Pelindo yang salah satu penyebabnya adalah tingginya aktivitas perkapalan dan kosentrasi logam berat Cu yang tertinggi terdapat pada stasiun I yakni Muara Sungai Mesjid yang disebabkan oleh banyaknya limbah domestik dari proses antropogenik dan juga limbah yang berasal dari kegiatan Industri di pesisir Sungai Mesjid. Selain itu, kosentrasi nitrat dan fosfat juga sangat tinggi di perairan laut purnama.
Kandungan pencemar organik dan anorganik yang tinggi ini sangat membahayakan bagi kelangsungan organisme di dalamnya karena dapat mengganggu proses metabolisme dan kematian masal. Organisme yang mampu bertahan pada kondisi tersebut dapat mengakumulasi kandungan pencemar di dalam tubuhnya dan apabila dikonsumsi oleh organisme lain maka kandungan logam berat yang merupakan salah satu bahan tercemar tersebut dapat juga terakumulasi ke tubuh konsumen selanjutnya dapat bersifat akut atau kronis.
5.2. Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah agar kepada seluruh praktikan diharapkan memperhatikan dosen atau asisten dosen ketika menjelaskan tantang pengambilan dan penanganan sampel di lapangan. Selain itu, penulis mengharapkan untuk praktikum tahun depan, sampel logam berat yang akan dianalisis tidak hanya berasal sedimen tetapi juga menggunakan indikator pencemaran lain seperti air, benthos, ikan, dan biota lainnya. Selain itu juga ditambah parameter kimia lainnya untuk agar dapat merujuk pada hasil pembahasan yang lebih akurat nantinya, dengan harapan agar pengetahuan praktikan semakin bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Tresna Wijaya., 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rieneka Cipta.
Bryan, G.W., 1976. In: A.P.M. Lockwood (Ed.) Effects of pollutants on Aquatic Organisms, Cambridge University Press, Cambridge.
Cahaya, I. S., 2003. Ikan Sebagai Alat Monitor Pencemaran. Bagian Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. 45 hal.
Cassel, K. and S. Barao. 2000. Causes and prevention: Nitrate poisoning of livestock. College of Agriculture and Natural Resources. University of Maryland. http://www. agnr. umd.edu/MCE/Publications/Publication. cfm?ID=7 [4 September 2007].
Clark, R. B., 1986. Marine Pollution. Clarendon Press, Oxford. 79 p.
Connel, D.W. and Miller, G.J., 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran UI Press, Jakarta.
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta. 167 hal.
Engelstad, O, 1997, Teknologi Dan Penggunaan Pupuk, Universitas Gajah mada, yogyakarta.
Hanafiah, K.A., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja grafindo Persada, Jakarta.
Hutagalung, H. P., 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. 14 hal.
Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik Untuk Keuntungan Ekonomi dan Kelestarian Bumi. Kreasi Wacana. Jakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Kusnoputranto H., 1996. Toksikologi Lingkungan, Dirjen Dikti, Jakarta.
Lauff, G. H., 1967. Estuaries. Amer. Ass. Adv. Sci. No. 83. Washington, D. C. 757 pp.
Mucha, A. P., M. T. S. Vasconcelos, D and A. A. Bordalo., 2003. Macrobentic Comiunity in the Douro Estuary Relations with Trace Metals and Natural Sediment Characteristics. Environment Poluution. 121 ; 160-180.
Ompusunggu, Henni., 2009. Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.
Pagoray, H., 2001. Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang kali Donan Kawasan Industri Cilacap. Frontir 33.
Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka. Jakarta.
Rao Subba, 1994, Mikrorganisme Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia, Jakarta.
Razak, H., 1987. Petunjuk Cara Pengambilan Contoh dan Metode Analisis Logam Berat. Jakarta LON-LIPI
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan Mikroorganisme. Research Report, Institute for Science and Technology Studies (ISTECS), Japan Department of Applied Chemistry and 6 Chemical Engineering Faculty of Engineering, Kagoshima University.
Tyas, Rini S., 1998. Analisis Kadar Timah Hitam Dalam Darah Dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Enzim Delta Aminolevulinic Acid Dehydratase dan Kadar Hemoglobin dalam Darah Karyawan di Industri Peleburan Timah Hitam. Universitas Padjadjaran Bandung.
Yap, C. K. Ismail, A. Tan, S. G and Umar, H., 2002. Concentratio of Cu and Pb in the Offshore and Intertidal Sediments of the West Coast of Peninsular Malaysia. Environment International. 20 : 267-479.
LAMPIRAN
Eckman grap Ice Box
GPS Map Sounder Botol Sampel
Timbangan Analitik
Cawan dan Sedimen Kering Mortar
Lemari Asap Destruksi
Larutan HCl dan HNO3 Kertas Saring Whattman
Penyaringan Air Sampel Sampel Air
Atomic Absorbsion Spektopothometer
No comments:
Post a Comment