POTENSI DAN PELUANG UPAYA PELESTARIAN KELAUTAN DI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU
Oleh
TEGUH HERIYANTO
0904121598
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
RIAU
PEKANBARU
2012
Indonesia adalah negara
kepulauan di Asia
Tenggara terdiri dari 17.508 pulau besar dan
pulau kecil yang menyebar disekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis dan memiliki garis pantai 81.000 km,
serta luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2. Laut memiliki arti
penting bagi bangsa Indonesia termasuk sebagai wilayah kedaulatan, sumberdaya
alam dan ekosistem, dan media kontak sosial budaya. Perjuangan untuk memperoleh
pengakuan terhadap wilayah laut bangsa Indonesia sebagai sebuah Negara
kepulauan telah berhasil pada penetapan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS-United
Convention on the Law of the Sea) III tahun 1982.
Laut atau bahari adalah kumpulan air asin yang luas
dan berhubungan dengan samudra.
Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya
seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan
partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan
oleh 96,5% air murni. Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari
berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang
berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional.
Komponen-komponen ini secara fungsional tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi
perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan
perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi
keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun
dalam keseimbangannya.
Salah satu kota di Indonesia yang memiliki
kawasan pantai dan laut adalah kota Dumai. Dumai merupakan sebuah kota di Provinsi Riau, Indonesia,
sekitar 188 km dari Kota Pekanbaru yang terletak di bagian timur pulau sumatera. Dulunya
kota Dumai adalah sebuah dusun kecil di pesisir timur Propinsi Riau yang kini
mulai menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera.
Secara geografis, dumai memiliki jarak yang
sangat dekat dengan selat malaka. Hal ini mengakibatkan Dumai menjadi salah
satu kota pesisir yang memiliki aktivitas pelayaran dan pelabuhan yang sangat
sibuk. Selain itu, pada awal perkembangan kota Dumai, dibangun
bangunan-bangunan yang diperuntukan untuk kegiatan industri.
Ketika kegiatan seperti ini berlangsung,
kawasan hutan mangrove banyak dibabat atau dibersihkan untuk pembangunan
pabrik-pabrik atau bangunan untuk keperluan industri tersebut. Semakin maraknya
kegiatan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan laut khususnya
wilayah pesisir yakni ekosistem mangrove dan juga kualitas perairan laut di
Dumai sangat memprihatinkan.
Kerusakan ekosistem mangrove tidak hanya diakibatkan
dari konversi hutan menjadi kawasan industeri, tetapi juga dari kegiatan
masyarakat yang melakuakn penebangan hutan mangriove untuk keperluan pembatan
arang, bahan bangunan rumah dan lain-lain, dimana dalam penebangan tersebut
jarang memperhatikan prinsip tebang pilih.
Penururnan kualitas perairan laut di kota Dumai
juga bukan sekedar isu belaka namun hal ini merupakan sebuah kenyataan. Informasi
tersebut di dasari dari hasil penelitian dosen dalam bentuk jurnal atau
penelitian mahasiswa dalam bentuk skripsi yang menggambarkan bahwasanya
perairan laut di kota Dumai dalam keadaan tercemar yang dilihat dari kandungan
logam berat, nitrat dan fosfar serta parameter pencemaran lainnya.
Banyak faktor yang mengakibatkan tercemarnya
perairan tersebut, yaitu :
·
buangan limbah-limbah kimia dari industri
perminyakan, tumpahan atau tercecernya miyak dari kapal-kapal yang beraktivitas
atau yang berlabuh di sekitar perairan tersebut,
·
aktivitas pertambangan logam mulia,
·
pengerukan pasir laut,
·
limbah organik,
·
limbah
pertanian,
·
limbah domestik dan lain sebagainya.
Resah akan dampak negatif yang muncul dari
kerusakan lingkungan tersebut yang tidak pernah dirasakan sebelumnya dan
timbulnya kesadaran akan kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa kelompok
masyarakat sekitar mulai melakukan usaha-usaha pelestarian lingkungan laut.
Kelompik masyarakat tersebut membuat suatu wadah yang bernama Pecinta Alam
Bahari yang berkosentrasi untuk memulihkan keadaan lingkungan kelautan dan
pesisir yang sudah terlanjur rusak.
Pelestarian merupakan pengelolaan sumber daya
alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya. Pelestarian tersebut tertuang dalam bentuk kegiatan
konservasi. Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan
atau melindungi alam Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara
harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, (Inggris) Conservation
yang artinya pelestarian atau perlindungan.
Sedangkan
menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah
- Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
- Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam
- (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
- Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
- Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.
Untuk memulai tindakan konservasi tidaklah
mudah, yang menjadi permasalahan adalah mereka tidak memiliki lahan yang hendak
mereka konservasi. Dengan usaha yang sungguh-sungguh para aktivis Pecinta Alam
Bahari (PAB) melakuakn dialog-dialog dengan orang-orang yang memiliki kebijakan
dan tokoh masyarakat untuk membuka pikiran dan menyadarkan bahwa lingkungan
pesisir ini perlu dilestarikan melihat begitu buruknya dampakyang ditimbuulkan
akibat rusaknya lingkungan pesisir dan laut.
Akhirnya dengan berbagai usaha yang ditempuh,
mereka berhasil meyakinkan pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan dari
kerusakan. Lahan yang sedianya akan dibuat pelabuhan tambahan yang baru, kini
dijadikan sebagai milayah konservasi dan pelestarian lingkungan bahari bagi
flora maupun fauna endemik yang berada di ekosistem tersebut yang sekiranya terancam
punah kini mulai berangsur-angsur membaik.
Disisi lain, sejak tahun 2009 terbentuk suatu
organisasi kegiatan mahasiswa atau study club yaitu Belukap Mangrove
Club (BMC) yang merupakan sekumpulan mahasiswa jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Kegiatan organisasi salah satunya
adalah terkosentrasi pada pelestarian dan konservasi wilayah pesisir dengan
melakukan aksi pembibitan dan penanaman mangrove serta melakukan research tentang
mangrove.
Dengan usaha yang tidak kalah gigih pula,
kelompok mahasiswa ini mampu membentuk kegiatan yang menggerakkan mahasiswa
lain untuk melakukan penghijauan daerah pesisir di Dumai. Selain itu,
organisasi ini juga mampu mengajak dan merangkul pemerintah untuk turut serta
dalam konservasi wilayah pesisir dengan menanam mangrove. Organisasi ini
memiliki salah satu titik fokus dalam kegiatannya pada area hutan mangrove
milik Universitas Riau di wilayah Purnama, Dumai.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa
organisasi-organisasi ini berkosentrasi pada pelestarian kelautan khususnya
pelestarian wilayah pesisir dengan menanam tanaman mangrove? Hal ini
dikarenakan mangrove merupakan salah satu produsen tingkat dasar pada wilayah
pesisir yang menjadi salah satu sumber makanan bagi organisme konsumen tingkat
1 atau dengan kata lain mangrove merupakan komponen paling dasar dari
jaring-jaring makanan. Namun tidak hanya itu namun mangrove memiliki makna yang
lebih kompleks bagi lingkungan.
Ekosistem mangrove merupakan
ekosistem yang kompleks dan khas, yang memiliki daya dukung yang cukup besar
terhadap lingkungan perairan yang ada di sekitarnya (Tupan, 2002). Ekosistem
mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang
mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Hutan mangrove adalah hutan yang
letaknya berada di antara daratan dan laut, serta dipengaruhi oleh pasang
surut. Oleh sebab itu ada yang menyebutnya hutan mangrove sebagai hutan pasang
surut. (Sudarmadji, 2003). Pertumbuhan hutan mangrove adalah sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain pasang surut, tanah, iklim, pH dan salinitas
(Chapman, 1976 dalam Sudarmadji, 2003).
Hutan mangrove memiliki beberapa fungsi, yakni
:
1.
Fungsi Ekologis :
·
Pelindung garis pantai.
Tanaman
mangrove khususnya dari genus Rhizopora memiliki perakaran yang sangan kuat.
Akar-akar ini mencuat dari badan tanaman tersebut dan tertanam ke dalam tanah
dengan kuat. Populasi jenis tanaman ini yang berada di wilayah pesisir dapat
memecah gelombang sehingga energi gelombang dapat berkurang dan kekuatan gelombang yang awalnya mampu mengabrasi garis
pantai menjadi berkurang.
·
Mencegah intrusi air laut.
Tumbuhan
mangrove mampu hidup dengan menyerap air laut yang memiliki tingkat salinitas
yang tinggi. Sehingga air laut yang melewati komunitas tanaman mangrove semakin
ke darat semakin berkurang tingkat salinitasnya bahkan jika kerapatan komunitas
mangrovenya baik maka airnya dapat menjadi tawar. Sehingga tidak terjadi lagi
instrusi air laut.
·
Habitat organisme lain.
Mangrove
merupakan ekosistem yang sangat khas dan dimana tempat organisme estuari hidup
seperti ikan tembakul, nerita, dll.
·
Tempat mencari makan (feeding ground).
Mangrove
mampu memberikan nutrien bagi organisme autotroflain seperti fitoplankton
untukmembantu proses fotosintesis.selain itudaun mangrove yang terjatus dapat
menjadi sumber makanan bagi kepiting-kepiting. Halini membuat rantai makanan
dapat selalu eksis.
·
Tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground)
Akar-akar
mangrove memberikan tempat bagi larva-larva organisme akuatik untuk dapat
bersembunyi dari kejaran-kejaran predatornya.
·
Tempat pemijahan (spawning ground)
Akar-akar
mangrove juga memberikan tempat perlindungan bagi telur-telur organisme akuatik
agar tidak dimangsa sehingga memberikan kesempatan untuk menetas dan
berkembang.
·
Sebagai pengatur iklim mikro
·
Dapat mengurangi dampak global warming.
Ekosistem mangrove yang biasa juga disebut dengan hutan mangrove memiliki
kemampuan seperti halnya tumbuhan lain dalam menyerap karbon dioksida. Karbon
dioksida diserap untuk kebutuhan proses fotosintesis. Menurut data dari UNEP
(2009) dalam Kawaroe (2009) mengatakan bahwa vegetasi mangrove dengan luas area
0,17 juta km2 mampu menyerap atau mengendapkan karbon organik sebesar 1,39 Ton C/ Ha/ Tahun.
2.
Fungsi Ekonomis :
·
Penghasil keperluan rumah tangga
·
Penghasil keperluan industri
·
Penghasil bibit
Dari usaha pelestarian khususnya oleh Pecinta
Alam Bahari (PAB) terdapat data sebagai berikut :
Keanekaragaman Mangrove Muara Sungai Dumai
Keberadaan hutan mangrove di Muara Sungai Dumai, terdapat pada area
seluas lebih kurang 11,5 hektar. Berdasarkan hasil pendataan setidaknya
terdapat 16 Jenis yang dikatergorikan sebagai mangrove sejati dari 8 family/
keluarga. Serta sejumlah 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi.
Sedangkan berdasarkan total keberadaan hutan mangrove yang berada di pesisir
Kota Dumai, terdapat 23 jenis mangrove sejati dan 22 jenis mangrove
ikutan/ asosiasi. Jumlah ini merupakan setengah
dari jenis mangrove sejati di Indonesia (47 jenis).
Jenis-Jenis Mangrove Sejati di Sekitar Muara Sungai
Dumai
No.
|
Jenis
|
Famili
|
Nama Lokal
|
1.
|
Avicenia
alba
|
Avicenniaceae
|
Api-api
putih
|
2.
|
Avicenia
marina
|
Avicenniaceae
|
Api-api
jambu
|
3.
|
Bruguiera
gymnorrhiza
|
Rhizophoraceae
|
Tumu
|
4.
|
Bruguiera
parviflora
|
Rhizophoraceae
|
Lenggadai
|
5.
|
Ceriop
tagal
|
Rhizophoraceae
|
Tengar
|
6.
|
Gymnanthera
paludosa
|
Asclepiadaceae
|
Kacang-kacang,
kacang
laut
|
7.
|
Heritiera
littoralis
|
Sterculiaceae
|
Dungun
|
8.
|
Lumnitzera
littorea
|
Combretaceae
|
Teruntum,
sesop merah
|
9.
|
Lumnitzera
racemosa
|
Combretaceae
|
Susup,
teruntum bunga putih
|
10.
|
Rhizophora
apiculata
|
Rhizophoraceae
|
Bakau
kecil, minyak,
bakau
putih
|
11.
|
Rhizophora
stylosa
|
Rhizophoraceae
|
Bakau,
bakau merah
|
12.
|
Rhizophora
mucronata
|
Rhizophoraceae
|
Bakau,
belukap, bakau kurap
|
13.
|
Scyphiphora
hydrophyllacea
|
Rubiaceae
|
Cingam
|
14.
|
Sonneratia
alba
|
Sonneratiaceae
|
Perepat
|
15.
|
Sonneratia
ovata
|
Sonneratiaceae
|
Kedabu
|
16.
|
Xylocarpus
granatum
|
Meliaceae
|
Nyireh
bunga
|
Jenis-Jenis Mangrove Asosiasi di sekitar muara Sungai Dumai
No.
|
Jenis
|
Famili
|
Nama Lokal
|
1.
|
Akasia
mangium
|
Mimosaceae
|
Akasia
|
2.
|
Calophylum
inophyllum
|
Guttiferae
|
Gurah
|
3.
|
Cerbera
manghas
|
Apocynaceae
|
Bintan,
buta-buta
|
4.
|
Clerodendrum
inerme
|
Verbenaceae
|
Kayu
tulang, keranji
|
5.
|
Derris
trifoliata
|
Leguminosae
|
Tuba
laut
|
6.
|
Ficus
microcarpa
|
Moraceae
|
Beringin,
kayu ara
|
7.
|
Flacourtia
rukam
|
Flacourtiaceae
|
Rukam
|
8.
|
Flagellaria
indica
|
Flagellariaceae
|
Rotandini,
rotan tikus
|
9.
|
Hibiscus
tiliaceus
|
Malvaceae
|
Waru,
baru-baru
|
10.
|
Ipomoea
pes-caprae
|
Convolvulaceae
|
Katang-katang,
daun
barah
|
11.
|
Melastoma
cadidum
|
Melastomataceae
|
Senduduk
|
12.
|
Morinda
citrifolia
|
Rubiaceae
|
Mengkudu
|
13.
|
Pandanus
tectorius
|
Pandanaceae
|
Pandan
laut
|
14.
|
Pandanus
odoratissima
|
Pandanaceae
|
Pandan
tikar
|
15.
|
Passiflora
foetida
|
Passifloraceae
|
Seletup
bulu, rambut-rambut
|
16.
|
Sesuvium
portulacastrum
|
Aizoaceae
|
Rumput
gelang
|
17.
|
Spinifex
littoreus
|
Gramineae
|
Gulung-gulung
|
18.
|
Stachytarpheta
jamaicensis
|
Verbenaceae
|
Ekor
kuda
|
19.
|
Terminalia
cattapa
|
Combretaceae
|
Ketapang
|
20.
|
Thespesia
populnea
|
Malvaceae
|
Waru
laut
|
21.
|
Vitex
pubescens
|
Verbenaceae
|
Leban
kampong
|
22.
|
Wedelia
biflora
|
Asteraceae
|
Serunai
laut
|
Keanekaragaman mangrove di sekitar muara Sungai Dumai
merupakan jumlah yang paling tinggi pada satu kawasan mangrove dibandingkan
dengan kawasan lain di wilayah pesisir Kota Dumai. Dahulu, pemanfaatan oleh masyarakat setempat di sekitar
kawasan mangrove ini adalah melalui aktivitas penebangan untuk keperluan kayu
bakar, terutama dari jenis Xylocarpus sp (nyirih) dan Rhyzophora sp (bakau). Namun aktivitas penebangan mangrove saat ini cenderung
tidak ada lagi.
Zonasi mangrove di kawasan sekitar
muara Sungai Dumai pada sempadan pantai bagian depan mengarah ke laut
didominasi jenis bakau (Rhizopora sp), selanjutnya jenis api-api (Avicenia
sp), mengarah ke daratan terdapat jenis perepat (Sonneratia sp),
lalu nyirih (Xylocarpus sp) dan lenggadai (Bruguiera sp),
sedangkan pada sempadan sungai di bagian depan didominasi oleh mangrove jenis
api-api (Avicenia sp), selanjutnya mengarah ke daratan adalah jenis
nipah (Nypa fruticans) dan piai atau paku-pakuan (Acrostichum sp).
Selain komunitas mangrove, wilayah
ini juga didiami oleh fauna yang hidup berasosiasi di ekosistem ini, baik yang
berada di bagian atas, batang maupun akar mangrove, antara lain dari golongan
crustacea yaitu udang galah (Macrobrancium rosenbergii), rama-rama (Thalassina
anomala), kepiting bakau (Scylla serrata), ketam batu (Scylla sp),
senepak (Chiromantes sp) dan udang (Penaeus sp). Terdapat pula fauna dari golongan molusca yaitu siput
mata merah (Cerithidea obtuse), siput babi (Ellobium sp), siput
timba (Nerita lineate), siput hitam, siput api-api, siput blongan,
teritip (Barnacles sp), lokan (Polymesoda expansa), sepetang (Pharus
sp), umang-umang (Caenobita cavipes), lintah laut (Onchidium sp)
dan buah tanah.
Selanjutnya terdapat golongan ikan
yaitu sembilang (Plotosus sp), penyumpit (Toxotes sp), kitang,
glodok (Periopthalmus sp), buntal (Tetraodon sp), belanak (Mugil
sp), lundu dan betutu (Oxyeleotris marmorata). Dari golongan reptil terdapat ular bakau (Trimeresurus
pupuremaculatus), ular air (Enhydris enhydris), ular
tanah (Cerberus rhynchops), ular daun
(Bungarus laticep), ular cincin (Boiga dendrophila), biawak (Varanus
salvator) dan bengkarung (Mabouya sp). Sedangkan golongan amphibi
adalah katak bakau (Rana cancrivora).
Selanjutnya
golongan serangga yaitu laba-laba (Cyptophora beccani), capung (Aeshinidae
sp), kupu-kupu (Lycanidae sp), tawon (Vespidae sp), lalat (Drosophila
sp), jangkrik tanah (Apterone mobius), nyamuk (Culicidae sp)
dan agas. Terdapat pula dari golongan cacing yaitu cacing nipah dan umpun-umpun
(Polycaeta sp). Golongan aves (unggas) terdiri dari bangau putih (Ibis
cinerius), gagak (Corvus enca), raja udang (Alcedo atthis),
burung merba (Pycnonotus sp), camar (Sterna albifrons) dan elang (Ictinateus
malayensis). Sedangkan mamalia yang terdapat di wilayah ini adalah monyet (Macaca
fascicularis), lutung (Presbytis cristata), musang (Cynogale
bennetti), berang-berang (Lutra lutra) dan kelelawar (Rhinolophus
affinis).
Hal ini merupakan bukti bahwa, walaupun daerah
Dumai sempat mengalami kerusakan lingkungan yang dapat mengancam kehidupan
biota di dalamnya, namun di balik itu semua tersimpan peluang yang cukup besar
dalam upaya pelestarian kelautan.
Referensi :
Santoso, N., 2000. Pola Pengawasan
Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional
Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta,
Indonesia.Supriharyono. 2000. Pelestarian.
Sudarmadji,
2003. Profil hutan mangrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Berkala
penelitian hayati. 9 (45-48).
Tupan, I Charlotha, 2003. Struktur
komunitas mangrove dan interaksinya denagan beberapa faktor lingkungan di Teluk
Pelita Jaya, Seram Barat. Ichthyos : jurnal penelitian ilmu-ilmu perikanan dan
kelautan, 2 (1-6).
www. wikipedia.com
No comments:
Post a Comment