Monday, April 2, 2012

Karakteristik Perairan Laut di Kelurahan Purnama Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai Provinsi Riau


PERHATIAN : diperbolehkan untuk meng-copy materi ini dengan syarat hanya untuk akademis dan mencantumkan Nama Penulis dan alamat web halaman ini pada daftar pustaka anda.


Laporan Individu Praktikum Oseanografi Fisika
Karakteristik Perairan Laut di Kelurahan Purnama
 Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai
Provinsi Riau




Oleh

Teguh Heriyanto














FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ekotoksikologi. Serta Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah megajarkan kita agar selalu menuntut ilmu sampai akhir hayat nanti.
 Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Penanggung Jawab yakni Bapak Ir. Musrifin Ghalib, M.Sc. yang telah memberikan arahan, masukan serta pencerahan kepada penulis dalam pembuatan laporan praktikum dan terutama dalam melakukan praktikum.
Sebagai manusia penyandang relativitas kebenaran, penulis sangat menyadari adanya kekurangan didalam pembuatan laporan ini. Atas segala kekurangan tersebut penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Pekanbaru, 6 Januari 2012

Penulis

 

I.                   PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

                Oseanografi fisika merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat-sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara lautan denagn atmosfir dan daratan. Hal ini termasuk kejadian-kejadian pokok seperti terjadinya tenaga pembangkit pasang dan gelombang, iklim, dan sistem arus-arus yang terdapat di lautan (Ghalib, 2005).
Kota Dumai adalah sebuah kota di Provinsi Riau, Indonesia, sekitar 188 km dari Kota Pekanbaru dengan rata-rata ketinggian adalah 3 meter di atas muka laut. Wilayah Kota Dumai beriklim tropis dengan curah hujan antara 100-300 cm dan suhu udara 24-30 °C dengan kondisi tanah rawa bergambut. Kota Dumai memiliki kawasan yang strategis dan terletak di tepi pantai laut dan menghadap selat Malaka, sebagai berbatas dengan Malaysia. Kota Dumai juga memiliki pelabuhan yang bisa dijadikan sebagai portal untuk menuju negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Sebagai salah satu daerah yang memiliki aktivitas jalur laut yang cukup sibuk. Pengetahuan tentang pasang laut, arus dan gelombang sangat diperlukan dalam transportasi perairan, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Karena sifat pasang laut yang periodik, maka ia dapat diramalkan.

1.2.            Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah untuk memberikan pemahaman dan pendalaman mengenai teori Oseanografi Fisika yang telah diberikan. Praktikum ini langsung mempraktekkan mengenai teori yang dipelajari di ruang kuliah.
Praktikum ini juga bertujuan agar mahasiswa lebih cepat dapat menganalisa, mencari dan dapat memformulasikan permasalahan yang selanjutnya dapat mendapatkan suatu topik penelitian yang berkaitan dengan Oseanografi Fisika. Selanjutnya dari kemampuan menganalisa dan memformulasikan permasalahan ini diharapkan mahasiswa dapat membuat suatu pre proposal penelitian.

1.3.            Manfaat

                Manfaat dari Praktikum Oseanografi Fisika ini adalah agar mahasiswa dapat menambah wawasan tentang bagaimana kondisi Perairan Laut di Purnama, Dumai.















II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Pasang Surut

Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Pasang laut merupakan hasil dari gaya gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi (bumi). Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, namun gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Anonimus, 2011).
Secara umum suhu perairan nusantara mempunyai perubahan suhu baik harian maupun tahunan, biasanya berkisar antara 27°C – 32ºC dan ini tidak  berpengaruh terhadap kegiatan budidaya. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimia, yang menurut hukum Van’t Hoff kenaikan suhu 10ºC akan melipat gandakan kecepatan reaksi (Romimohtarto, 2003). Pada kondisi tertentu, suhu permukaan perairan dapat mencapai 35 ºC atau lebih besar. Akan tetapi ikan biasanya akan berenang menjauhi permukaan perairan (Boyd dan Lichtkoppler,1982).
 Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat organisme akuatik, karena itu setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran maksimum dan minimum (Efendi, 2003). Ikan merupakan hewan poikiloterm,yang mana suhu tubuhnya naik turun sesuai dengan suhu lingkungan (Brotowidjoyoet al, 1995), sebab itu semua proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Hoar et al, 1979). Suhu perairan berpengaruh terhadap respon tingkah laku ikan (Bal and Rao, 1984), proses metabolisme, reproduksi (Hutabarat dan Evans, 1985 ; Efendi, 2003), ekskresi amonia (Wheathon et al,1994) dan resistensi terhadap penyakit (Nabib dan Pasaribu, 1989).
Boyd dan Lichtkoppler (1982) menyatakan bahwa suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan tropis berkisar antara 25°C – 32ºC. Semakin tinggi suhusemakin cepat perairan mengalami kejenuhan akan oksigen yang mendorongterjadinya difusi oksigen dari air ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarutdalam perairan semakin menurun. Sejalan dengan itu, konsumsi oksigen padaikan menurun dan berakibat menurunnya metabolisme dan kebutuhan energi. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 ºC, menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tigakali lipat. Perubahan suhu juga berakibat pada peningkatan dekomposisi bahan- bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003).
Salinitas adalah konsentrasi ion yang terdapat diperairan. Salinitas menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat dikonversi menjadioksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003). Salinitas air laut bebas mempunyaikisaran 30-36 ppt (Brotowidjoyoet al, 1995). Sedangkan daerah pantaimempunyai variasi salinitas yang lebih besar. Semua organisme dalam perairandapat hidup pada perairan yang mempunyai perubahan salinitas kecil (Hutabarat dan Evans, 1995). Toleransi terhadap salinitas tergantung pada umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, lama hidup serta orientasi migrasi.Variasi salinitas pada perairan yang jauh dari pantai akan relatif kecildibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai, terutama jika pemasukan air air sungai.
Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan tetapi pada perubahan sifat kimia air laut (Brotowidjoyo et at,1995) Ikan air laut mengatasi kekurangan air dengan mengkonsumsi air laut sehingga kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Dalam mencegah terjadinya dehidrasi akibat proses ini kelebihan garam harus dibatasi dengan jalanmengekskresi klorida lebih banyak lewat insang dan ekskresi lewat urine yang isotonik (Hoar et al., 1979). Ikan mengatur ion plasmanya agar tekanan osmotik didalam cairan tubuh sebanding dengan kapasitas regulasi.

2.2.            Arus Densitas

Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia (Hutabarat dan Evans, 1986). Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang (Nontji, 1987). Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng , downwelling.
Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari massa air menuju kestabilan yang terjadi secara terus menerus. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan massa air adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan arah. Ada dua jenis gaya yang bekerja yaitu eksternal dan internal Gaya eksternal antara lain adalah gradien densitas air laut, gradient tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross, 1990).

2.3.            Gelombang

Gelombang adalah pergerakan naik turunnya muka air laut yang membentuk lembah dan bukit. Gelombang menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti pada lapisan permukaan laut (Hutabarat dan Evans 2006).
Faktor-faktor penyebab terjadinya gelombang (Gross 1990):
a.         Angin
Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca tenang sekalipun dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya badai yang besar dapat menimbulkan gelombang yang merusak. Sifat-sifat gelombang paling tidak dipengaruhi oleh :
1.        Kecepatan angin.
Makin kencang angin makin besar gelombang yang terbentuk dengan kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar.
2.        Waktu (lamanya) hembusan angin.
Semakin lama angin bertiup, kecepatan, panjang dan tinggi gelombang akan semakinmeningkat pula.
3.        Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch).
Panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan gelombang untuk terbentuk karena pengaruh angin. Fetch ini mempengaruhi periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan. Gelombangdengan periode panjang akan terjadi jika fetch besar/panjang.
b.        Geometri laut
Topografi laut dan bentuk pantai juga mempengaruhi gelombang. Bentuk gelombang akan berubah sesuai dengan kedalaman dasar air laut. Apabila gelombang memasuki perairan dengankedalaman 1,3 tinggi gelombangnya maka gelombang akan pecah (surf). Pada perairan pantaiyang landai gelombang akan pecah perlahan-lahan (spilling breaker). Jika dasar pantai terjal dangelombang datang tiba-tiba, gelombang akan membubung keatas dan segera pecah (plunging breaker). Pada dasar perairan yang sangat terjal dan gelombang sama sekali tidak sempat pecahakan mendorong air ke atas dan menyedotnya kembali (surging breaker). Yang terakhir ini biasanya terjadi pada dinding pantai yang terjal atau dinding dermaga buatan manusia.
c.         Gempa di dasar laut
Gelombang juga bisa ditimbulkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini biasa disebautsebagai tsunamis. Gelombang jenis ini mempunyai panjang gelombang yang sangat panjangmencapai 200 km dengan periode sampai 20 menit, tinggi 0,5 m dan mempunyai kecepatan sampai 800 km/jam.

III.             METODE PRAKTIKUM

3.1.            Waktu dan Tempat

Praktikum Oseanografi Fisika dilaksanakan pada tanggal 26 – 27 Desember 2011 di kawasan perairan Dumai dan  di Laboratorium Oseografi Fisika Ilmu Kelautan Purnama Dumai Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3.2.      Bahan dan Alat

3.2.1.   Praktikum Pasang Surut

                Alat yang digunakan untuk praktikum pasang surut adalah meteran untuk mengukur kedalaman air laut. Selain itu pada praktikum pasang surut juga dilakukan pengukuran suhu dengan menggunaka Thermometer dan salinitas dengan menggunakan Hand Refractometer.

3.2.2.   Praktikum Arus Densitas

Bahan yang digunakan adalah garam halus dan zat pewarna. Zat pewarna yang digunakan ada dua warna yang kontras, misalnya kuning dengan biru. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak kaca yang mempunyai panjang 2 meter. lebar 20 cm, dan tinggi 30 cm. Pada bagian tengah diberi sekat dan kaca yang dapat ditarik dan dipasang. Kemudian diperlukan juga neraca lengan untuk menimbang garam dan stopwatch untuk menghitung kecepatan arus densitas.

3.2.3.   Praktikum Gelombang

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tangki gelombang yang tersedia di laboratorium, pelampung untuk pembangkit gelombang secara manual, meteran dan stopwatch.

3.2.            Metode Praktikum

Praktek umum ini  menggunakan metode survei, dimana dilakukan  pengamatan langsung ke lapangan terhadap kondisi  keadaan laut di sekitar Desa Purnama, Dumai. Data yang dikumpulkan berupa data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek

3.4.      Prosedur Praktikum

3.4.1.   Praktikum Pasanng Surut

            Pengamatan pasang surut dilkakukan dengan cara mengukur ketinggian air laut dengan menggunakan meteran dan juga dilkakukan pengukuran salinitas dan temperatur air laut. Semua pengukuran dilkukan setiap jam selama 24 jam di rumah kapal senangin.

3.4.2.   Praktikum Arus Densitas

Air dimasukkan ke dalam aquarium secukupnya kemudian kita masukkan dulu garam, setelah garam sudah larut masukkan larutan berwarna merah dengan kuning, lalu kita lepaskan pembatas berbentuk kaca kemudian tarik secara perlahan. Baru selanjutnya larutan tersebut bercampur namum sebelumnya ada beberapa orang yang mencatat ketika larutan bercampur dihitung berapa waktu yang diperlukan untuk keduanya bercampur.

3.4.3.   Praktikum Gelombang

Air dimasukkan setinggi kurang lebih 30 cm, lalu setelah itu kita gerakkan pelampung yang berbentuk seperti bola panjang di dalam aquarium yang telah diisi oleh air kemudian pelampung tadi digerakkan dengan cara menggayungkan pelampung itu sehingga berbentuk semacam panjang gelombang, gelombang dan kita lihat perubahan yang terjadi dalam hal ini kita mengamati perubahan misal ada tidak gelombang yang dihasilkan, baru kemudian dicatat hasil seperti panjang gelombang, frekuensi dan lain sebagainya.


IV.       HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Hasil

4.1.1.   Pasang Surut

Tabel 1. Hasil Pengukuran Tinggi Pasang Surut, Suhu dan Salinitas
Waktu
Tinggi Pasut (cm)
Suhu (oC)
Salinitas (ppt)
06.00
146
29
23
06.30
140
28
25
07.00
136
29
25
07.30
131
29
25
08.00
129
29
25
08.30
125
29
25
09.00
106
29
25
09.30
87
29
25
10.00
68
29
25
10.30
44
29
25
11.00
28
28
24
11.30
10
30
24
12.00
7
30
24
12.30
3
30
23
13.00
1,6
30
23
13.30
6,5
28
23
14.00
8
28
23
14.30
12,5
29
22
15.00
20
28
18
15.30
34
28
14
16.00
47
28
10
16.30
109
29
3
17.00
160
29
10
17.30
225
29,5
15
18.00
340
29
21
18.30
320
30
35
19.00
200
31
20
19.30
210
30
27
20.00
184
29
22
20.30
175
20
29
21.00
145
29
20
21.30
120
30
20
22.00
97
30
15
22.30
55
31
10
23.00
15
31
6
23.30
12,5
28
17
00.00
11,5
28
24
00.30
8
28
21
01.00
6
28
22
01.30
5
28
23
02.00
7
28
21
02.30
12
29
21
03.00
26
28
22
03.30
42
28
21
04.00
58
28
22
04.30
71
28
22
05.00
95
28
23
05.30
124
28
23
06.00
147
29
23

4.1.2.   Arus Densitas

            Akuarium diisi dengan 50 liter air dan akuarium diberi sekat kaca  ditengah-tengahnya sehingga volume akuarium terbagi menjadi 2 yakni masing-masing 25 liter air. Air di sisi sebelah kanan dibiarkan salinitasnya tertap nol. Air di sisi sebelah kiri dibuat menjadi bersalinitas 25 ppt dengan cara :
Jadi garam yang ditambah untuk membuat salinitas 25 adalah 625 gram.
            Dari pengamatan yang dilakuakn waktu yang diperlukan oleh air salinitas tinggi (warna kuning) untuk bergerak ke salinitas rendah (warna hijau) adalah 2,16 detik. Sehingga kecepatannya adalah 60 cm / 2,16 detik  adalah 27,78 cm/ detik. Selain itu dapat dilihat pula massa air yang mengandung salinitas tinggi bergerak pada lapisan bawah dan massa air yang salinitas nol berada diatas. Antara kedua lapisan air tidak menyatu dan terlihat adanya lapisan pemisah antara keduanya.

 4.1.3. Gelombang

Percobaan
Tinggi Gel.(cm)
Panjang Gel (cm)
Kec. Gel. (m/s)
Frekwensi (Hz)
1
5
50
0,77
1,11
2
5
50
0,86
1,5
3
3
55
0,75
1,33
4
2
57
0,62
1,16
5
8
55
0,89
1,4
6
5
55
0,66
1,30
7
2
40
0,91
1,75
8
4
55
0,64
1,34
9
6
55
0,65
1,28
10
4
53
0,65
1,3


4.2.      Pembahasan

4.2.1.   Pasang Surut

Data dari hasil pengukuran tinggi pasang surut, salinitas dan temperatur/suhu air laut dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Gambar 1. Tinggi Pasang Surut.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1.    Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide); merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata.
2.    Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide); merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut  Andaman.
3.    Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal); merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4.    Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal); merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Dari pola tinggi pasang surut pada gambar 1 di atas dapat dipastikan bahwa tipe pasang surut yang terjadi adalah Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) karena terjadi dua kali pasang dan dua kali surut namun memiliki tinggi yang hampir sama dan waktunya tidak berbeda dan tidak dapat dikatakan pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) karena pasang surut tipe ini memiliki tinggi dan waktu yang sangat berbeda.
Gambar 2. Salinitas Air Laut.
Dari gambar grafik di atas (gambar 1 dan 2) terlihat bahwa hubungan antara tinggi pasang surut dan salinitas adalah berbanding lurus yakni semkin tinggi air pasang maka semakin tinggi pula salinitas air laut dan semakin surut air laut maka semakin rendah salinitas air laut. Hal ini disebabkan karena ketika air pasang maka massa air dari laut yang mengandung salinitas tinggi mendominasi di perairan tersebut sehingga salinitas air meningkat dan sebaliknya ketika surut maka massa air yang bersumber dari daratan (sungai) mengandung salinitas sangat rendah bahkan 0 ppt mendominasi di perarian tersebut sehingga salinitas menurun.

Gambar 3. Temperatur/Suhu Air aut.
            Sementera itu dari pola suhu terlihat bahwa rata – rata suhu perairan pada malam hari lebih tinggi dari pada malam hari karena hal tersebut berhubungan sifat fisika air itu sendiri yakni lambat menyerap panas pada siang hari namun lambat pula melepas panas sehingga pada mala hari air laut relatif hangat dan berbeda pada siang hari air laut relatif lebih dingin pada malam harinya.

4.2.2.      Arus Densitas

Kecepatan arus yang terbentuk dari percobaan tersebiut cukup tinggi yakni 27.78 cm/ detik. Massa air yang mengandung salinitas tinggi berada pada air lapisan bawah. Hal ini disebabkan karena massa air yang memiliki salinitas tinggi memiliki densitas yang yang cukup besar sehingga lebih berat dari pada massa air yang tidak memiliki salinita, keadaan demikian membuat massa air yang memiliki salinitas tinggi berada di lapisan bawah dan massa air yang tidak bersalinitas berada dia atas. Selain itu pada kedua massa air ini bergerak berlawanan arah dan terlihat seperti ada lapisan pembatas yang membuat kedua massa air tidak menyatu.

4.2.3.   Gelombang

            Data – data tinggi gelombang, panjang gelombang, kecepatan gelombang dan frekuensi dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Gambar 4. Tinggi, Panjang, Kecepatan dan Frekuensi Gelombang
                Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa panjang gelombang berbanding terbalik terhadap kecepatan gelombang yakni semkin tinggi panjang gelombang maka semakin rendah kecepatan gelombang atau semakin rendah panjang gelombang maka semakin tinggi kecepatan gelombang. Hal ini dapat disebabkan karena ketika panjang gelombang rendah maka waktu yang diperlukan untuk menempuh suatu jarak tertentu akan semakin kecil dan semakin tinggi panjang gelombang maka waktu yang diperlukan untuk menempuh suatu jarak tertentu akan semakin besar pula.
Selanjutnya, dapat terlihat pula bahwa panjang gelombang berbanding terbalik terhadap frekuensi gelombang yakni semkin tinggi panjang gelombang maka semakin rendah frekuensi gelombang atau semakin rendah panjang gelombang maka semakin tinggi frekuensi gelombang. Hal ini disebabkan karena ketika semakin rendah panjang gelombang maka semakin banyak jumlah gelombang yang merambat pada waktu tertentu dan semkin tinggi panjang gelombang maka semakin sedikit jumlah gelombang yang merembat pada waktu tertentu.
Kecepatan gelombang berbanding lurus terhadap frekuensi gelombang yakni semakin tinggi kecepatan gelombang maka semakin tinggi frekuensi gelombang dan semakin rendah kecepatan gelombang maka semakin rendah frekuensi gelombang. Hal ini disebabkan karena semakin cepat gelombang tersebut bergerak maka semakin banyak pula jumlah gelombang yang merambat dan semakin rendah kecepatan gelombang untuk bergerak maka semakin sedikit jumlah gelombang yang merambat dalam satu satuan waktu.









V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.      Kesimpulan

            Dari kegiatan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut sekitar Kelurahan Purnama adalah tipe pasang surut semi diurnal yakni dua kali pasang dan dua kali surut yang berlangsung selama satu hari. Tinggi pasang surut dan salinitas memiliki hubungan berbanding lurus dan temperatur air laut pada malam hari lebih hangat dari pada siang hari.
            Ketika salinitas air tinggi maka kerapatannya semakin tinggi pula dan meningkatnya salinitas juga menyebabkan kecepatan arus menjadi tinggi. Air yang memiliki salinitas lebih tinggi berada pada bagian bawah sedangkan air yang bersalinitas rendah berada di atas karena adanya beda densitas atau kerapatan.
            Panjang gelombang memiliki hubungan berbanding balik terhadap kecepatan gelombang dan frekuensi gelombang. Sedangkan kecepatan gelombang memiliki hubungan berbanding lurus terhadap frekuensi gelombang.

5.2.      Saran

            Agar praktikum ini dapat berjalan lancar dikemudian hari maka diharapkan adanya kedisiplinan bagi seluruh praktikan untuk melaksanakannya. Selain itu waktu pelaksanaan praktikum di laboratorium hendaklah dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditentukan agar tidak terjadi bentrokan dengan praktikum lainnya sehingga segala kegiatan praktikum dapat berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasang_laut (diakses pada tanggal 26 Desember 2011 pukul 10.55 WIB).
Boyd, C. E. And F. Lichtkoppler. 1982. Water Quality Management in Pond Fish Culture. Auburn University, Auburn
Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar  Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland Publishing Company. Amsterdam.
Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Gross,M.G.1990.Oceanography : A View of Earth. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey.
Hoar, W. S., D. J. Randall and J. R. Brett. 1979. Fish Fisiology : Bioenergeneticand Growth. Academic Press, Florida.
Hutabarat, S dan S. M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.Jakarta.
Hutabarat, S dan S. M. Evans. 1995. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Hutabarat S dan S. M. Evans. 2006. Pengantar Oseanografi. Jakarta:UI Press.
Ghalib, Musrifin. 2005. Oseanografi Fisika Deskriptif. Fakuts Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. Faperika Press. 92 hal.
Nabib, R dan F. H. Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Nontji, Anugerah. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. www.fao.org/docrep/field/003
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Weathon, F. W., J. N. Hochheimer., G. E. Kaiser., M. J. Krones., G. S. Libey andC. C. Easter. 1994. Nitrification Filter Principles. M. B. Timmons andT. M. Losardo (ed). Aquaculture Water Reuse Systems: EngineeringDesign and Management. Elsevier Science, Amsterdam.
Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.



 


LAMPIRAN
                       



Lampiran 1. Alat dan Bahan
                                P1070118.JPG
Hand refractometer                                                                                       Thermometer
                                P1070119.JPG
Meteran                                                                                              Garam
Aquarium







Lampiran 2. Kegiatan di dalam Laboratorium
Penghitungan Tinggi, Panjang, Kecepatan, Frekuensi Gelombang


Penghitungan Kecepatan arus Densitas